Ekspedisi Kampung Dumaring (2): Lolongan Anjing, Mi Ayam, Tak Ada Angkutan Umum

Kampung Dumaring
(Kiri ke kanan) Toko Adat Dumaring Abdul Mu’in dan Suwardi, serta Kepala Kampung Dumaring Salehudin berpose bersama Soni Herdiawan, anggota tim ekspedisi, usai menerima cendera mata kerajinan kalung pusaka kujang, Kamis 3 Agustus 2023. (Sandy AW/Radartasik.id)
0 Komentar

RADAR TASIKMALAYA – ”Auuuuuuuu”. Suara lolongan anjing tengah malam itu membangunkan tim Ekspedisi Kampung Dumaring yang baru saja memejamkan mata. Rasa penasaran timbul. Ada apa di luar jendela?

Cendera mata kerajinan kalung pusaka dari bambu dan kayu menginspirasi para tokoh kampung dan tokoh adat Dumaring, Kecamatan Talisayan, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur.

Kepala Kampung Dumaring Salehuddin—selevel kepala desa di Jawa Barat—ingin kerajinan buatan anggota Tim Ekspedisi Dumaring Soni Herdiawan—reporter Radar Tasikmalaya Group—itu menjadi sampel bagi Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Industri Kreatif.

Baca Juga:Ekspedisi Kampung Dumaring (1): Cendera Mata Pusaka Kujang Menandai Awal Perjumpaan dengan Para Tokoh AdatTJSL PLN Bikin 5.425 UMK Naik Kelas, Program Rumah BUMN, Desa Berdaya, dan Pemberdayaan Kawasan Wisata Paling Dominan

Di Kalimatan sendiri ada senjata tradisional Mandau. Mandau berasal dari kebudayaan Dayak. Replika senjata ini bisa dijadikan kerajinan kalung atau lainnya. Seperti halnya kerajinan pusaka kujang khas Sunda.

”Kalau di Berau benda-benda yang bisa dibuat hiasan seperti ini ada Mandau atau perisai. Mandau cocok buat kayak ini (kerajinan, Red),” ujar Salehuddin.

Di Kampung Dumaring, bahan untuk membuat kerajinan kayu bukan berasal dari kayu jati seperti kebanyakan di Jawa. Kebanyakan kayu yang digunakan di Berau adalah kayu ulin (eusideroxylon zwageri), kayu hitam atau eboni (diospyros celebica), dan kayu ulas. ”Limbahnya yang bisa kami manfaatkan,” ungkap Salehuddin didampingi tokoh adat Dumaring, Suwardi dan Abdul Mu’in.

Setelah mengakhiri perbincangan dengan para tokoh kampung dan tokoh adat di rumah Salehuddin, tim ekspedisi pulang ke mes sekitar pukul 22.00 WITA.

Kamis malam, 3 Agustus 2023, suhu udara di lingkungan tempat tim ekspedisi tinggal sementara, panasnya mencapai 33 derajat celcius. Suhu tersebut cukup gerah bagi tim ekspedisi—Tiko Heryanto, Soni dan saya—yang semuanya berasal dari Tasikmalaya. Di Tasikmalaya sendiri suhu rata-rata paling tinggi itu 27 derajat celcius di siang hari.

Sekitar pukul 00.00 WITA, tim bergegas tidur ke kamar lantai dua mes. Tak lama memejamkan mata, tiba-tiba terdengar lolongan anjing. ”Auuuuuuuuuu.”

Lolongan anjing pertama disambut lolongan anjing lainnya. Lalu, suara lolongan tersebut menyatu dengan suara gonggongan anjing.

0 Komentar