Muncul Rencana Utang Rp 230,25 Miliar dalam Draft RPJMD Kabupaten Tasikmalaya 2025-2030, DPRD Meradang!

Pinjaman 230 miliar kabupaten tasikmalaya
gambar ilustsrasi: AI
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Pembahasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2025–2029 memunculkan kontroversi.

Salah satu poin yang menuai sorotan adalah rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tasikmalaya untuk mengajukan pinjaman daerah senilai Rp 230,25 miliar ke perbankan.

Wakil Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Ami Fahmi, menegaskan pihaknya tidak menyetujui rencana pinjaman tersebut karena dinilai berisiko tinggi terhadap stabilitas keuangan daerah, terlebih di tengah ketidakpastian transfer keuangan dari pemerintah pusat.

Baca Juga:Masuk PNS Berprestasi Jabar, Dua ASN Kota Tasikmalaya Diuji Para Dosen Kampus TernamaKetua DPD Gerindra H Amir Mahpud Bersyukur Tokoh Jawa Barat Diangkat Jadi Wamendagri!

“Kami tidak bisa menjamin kalau nanti Pemkab mampu menutup pinjaman sebesar itu. Apalagi transfer dari pusat juga belum jelas,” ujar Ami Fahmi, Kamis 9 Oktober 2025.

Ami menjelaskan, berdasarkan darft rancangan RPJMD, pinjaman tersebut rencananya akan dilunasi dalam jangka waktu lima tahun (2026–2030). Kewajiban pembayaran pokok pinjaman setiap tahun ditetapkan sekitar Rp 28,57 miliar, belum termasuk bunga.

Namun, setelah dihitung dengan bunga dan kebutuhan dana cadangan untuk penyelenggaraan Pilkada 2029, total beban pembayaran bisa mencapai Rp 70–80 miliar per tahun.

“Artinya, setiap tahun Pemkab sudah punya beban tetap yang besar, sementara pendapatan daerah kita belum pasti. Ini tentu berisiko karena pembayaran utang menjadi prioritas wajib,” kata Ami.

Menurutnya, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten Tasikmalaya yang hanya berkisar Rp 90 miliar per tahun belum cukup untuk menutupi pembayaran utang sebesar itu. Ia khawatir pinjaman besar justru akan menggerus kemampuan fiskal daerah dan menghambat pembiayaan layanan dasar masyarakat.

Lebih lanjut, Ami menyoroti bahwa sumber pelunasan utang disebut berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan PAD. Namun, sumber pendapatan tersebut bersifat fluktuatif dan tidak bisa dijadikan jaminan utama.

“Bupati dan wakil bupati menjabat satu periode, bukan satu tahun. Jadi pembangunan sebaiknya disesuaikan kemampuan daerah, bukan dengan cara berutang,” tegasnya.

Baca Juga:Jenderal Asal Tasikmalaya Diangkat Jadi Wakil Menteri Dalam NegeriGP Ansor Jawa Barat Sebut Sapoe Sarebu Jadi Program Paling Aneh!

Ia menambahkan, jika kemampuan fiskal daerah hanya memungkinkan pembangunan jalan sepanjang 20–30 kilometer per tahun, seharusnya hal itu tidak menjadi masalah asalkan pembangunan dilakukan secara berkelanjutan dan tanpa meninggalkan beban keuangan di masa depan.

Ami juga mengingatkan bahwa beberapa daerah yang sebelumnya mengambil pinjaman daerah mengalami kesulitan membayar cicilan, seperti Kabupaten Pangandaran, Kuningan, dan Bandung Barat.

0 Komentar