Ngeri! Gay Kota Tasikmalaya Capai 2.000 Orang, Ironi Lelaki Suka Lelaki

Gay Kota Tasikmalaya
Ilustrasi
0 Komentar

Klien Penyuka Sesama Jenis

Beberapa waktu sebelumnya, praktisi psikologi Rikha Surtika Dewi MPsi beberapa kali dihadapkan dengan klien penyuka sesama jenis. Baik itu homoseksual, lesbi atau pun biseksual yang mengalami masalah psikologis. ”Adanya orang-orang seperti itu (gay, lesbi) memang ada di sekitar kita,” katanya.

Dari beberapa temuannya, kata Rikha, perilaku seks menyimpang disebabkan berbagai faktor. Motivasi yang jadi pemicu bisa karena dendam, kecewa atau terbentuk alamiah melalui pergaulan. ”Pernah ada yang terbentuk karena kedekatan yang akhirnya membuat dia lebih nyaman dengan sesama jenis,” ucapnya.

Rikha menceritakan, hal itu terjadi pada pria dewasa yang intens berkomunikasi dengan teman anaknya yang berasal dari keluarga ekonomi lemah. Dia pun sering membantu anak tersebut secara finansial yang akhirnya membuat keduanya saling menyukai. ”Mereka sering pergi tamasya berduaan, dia seperti sugar dady yang membiayai anak itu,” katanya.

Baca Juga:Pasien Covid-19 Meninggal Terus BertambahEmak-Emak Mengular di HZ Mustofa Perjuangan Demi Minyak Goreng Murah di Kota Tasikmalaya

Ketika berdiskusi secara logika, lanjut Rikha, dia mengakui hal itu salah dan ingin berubah. Namun pada praktiknya, pandangan seksualitasnya memang sudah berubah 180 derajat. ”Dia pernah mencoba untuk berinteraksi dengan perempuan tapi sama sekali tidak ada hasrat, padahal dulunya dia pernah menikah sampai punya anak,” ucapnya.

Melihat beberapa temuan, Rikha melihat bahwa mengembalikan pandangan seksual penyuka sesama jenis merupakan pekerjaan yang ekstra berat. Seperti halnya orang dengan HIV/Aids yang sejauh ini belum bisa sembuh. ”Jadi memang ini mutlak harus diperkuat dalam pencegahannya, karena kalau sudah terjerumus akan sulit mengembalikannya,” tuturnya.

Rikha pun sepakat jika edukasi seks sejak dini bisa semua pihak gencarkan di dunia pendidikan. Karena bukan hanya mencegah seks bebas dengan lawan jenis, tetapi juga untuk mencegah bertambahnya orang dengan perilaku seks menyimpang. ”Jangan dianggap bahwa pendidikan seks itu hal tabu, tapi penyampaiannya yang harus tepat,” tuturnya. (rga)

0 Komentar