Mengupas Gagasan Marketplace Guru ala Mendikbud Nadiem Makariem untuk Mengangkat Guru Honorer menjadi PPPK

Mengupas gagasan konsep marketplace guru yang disodorkan Mendikbud Nadiem Makariem dan honorer tendik
Foto ilustrasi: IST
1 Komentar

RADARTASIK.IDMendikbudristek Nadiem Makariem mengusulkan rekrutmen guru honorer menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja atau PPPK menggunakan sistem ‘Marketplace‘. Hal ini menimbulkan pertanyaan dan rasa ingin tahu publik: Apa dan bagaimana konsep marketplace guru ini akan diterapkan.

Artikel ini akan membahas apa yang dimaksud dengan konsep tersebut dan bagaimana pelaksanaannya nanti.

Ide ini, yang dijadwalkan akan mulai diterapkan pada tahun 2024, menciptakan kesan bahwa guru honorer diperlakukan layaknya barang dagangan. Sebab penggunaan istilah ‘marketplace‘ dalam masyarakat merujuk pada tempat jual beli online.

Baca Juga:Pemkot Tasikmalaya: Alihkan Belanja Rokok Pada Sumber Protein AnakPengamat: Pokir Sudah Bergeser, Sekarang Jadi Ajang Bagi-Bagi Proyek

Oleh karena itu, penting untuk memahami apa sebenarnya sistem perekrutan guru honorer menjadi ASN ataupun PPPK melalui marketplace ini.

Ide Awal Gagasan Marketplace Guru

Secara garis besar, ada tiga poin utama yang menjadi dasar gagasan Mendikbudristek Nadiem Makariem dalam mencetuskan ide ini. Poin-poin tersebut antara lain:

1. Kebutuhan guru yang kadang-kadang mendesak atau real-time. Hal ini bisa disebabkan oleh keberhentian, perpindahan, pensiun, sakit, atau bahkan meninggal dunia. Namun, untuk mendapatkan pengganti, sekolah harus menunggu proses rekrutmen yang dilakukan pemerintah secara terpusat setiap tahun.

Dinamika situasi dan kondisi kepegawaian di sekolah membutuhkan solusi yang lebih fleksibel daripada hanya mengandalkan rekrutmen tahunan. Terlebih lagi, perekrutan guru dilakukan secara terpusat hanya sekali dalam setahun. Seharusnya, sekolah memiliki kewenangan untuk merekrut guru kapan pun mereka membutuhkannya.

2. Proses rekrutmen guru oleh pemerintah tidak selalu sesuai dengan kebutuhan sekolah. Masalah ini terjadi karena sering terjadi ketidakselarasan data antara sekolah dengan pemerintah pusat. Akibatnya, rekrutmen guru yang dilakukan oleh pemerintah terpusat tidak sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya di sekolah.

Seringkali, posisi guru untuk mata pelajaran tertentu yang sudah banyak di sekolah, malah dibuka lagi dalam jumlah yang banyak melalui rekrutmen. Sementara itu, mata pelajaran lain yang jarang ada tapi tetap dibutuhkan, hanya memiliki sedikit formasi.

1 Komentar