BERJUANG MELAWAN LUPA

BERJUANG MELAWAN LUPA
0 Komentar

Suatu kali bertemu dengan Angleg Kota Tasikmalaya. Ia meminta gagasan untuk kemajuan wilayah binaannya. Aku selalu terobsesi dengan bordir agar terus menjadi lahan kehidupan kelak bagi anak-cucuku. Tapi gagasan itu mungkin terlalu mewah untuk seorang Angleg yang dibatasi anggaran. Gagasanku mungkin akan lebih logis ”dikonsumsi” oleh Kepala Daerah.

Suatu kali aku menggeser gagasan itu, dari arah seni budaya. Aku tetap mengincar jalan mulus menuju legal sejarah Hj Umayah. Targetnya buku. Masih ditimbang, antara menulis biografi perjalanan Hj Umayah atau dengan sebuah buku yang formatnya lebih estetik. Demi daya jangkau pembaca. Jika bentuk biografi formal, maka masyarakat pembacanya terbatas. Aku memilih deskripsi yang lebih efektif tapi ruhnya tetap tercapai.

Pucuk dicinta ulam tiba. Seperti pepatah itu. Ketika persiapan acara Ngaruat, yang akan dihelat di sebuah tempat wisata, di Leuwisari, Leuwiliang. Tersirat gagasan lain yang relevan dengan obsesi selama ini. Mengutarakan gagasan ke orang banyak bukan hal mudah untuk mendapat persetujuan. Aku paham, orang lain punya gagasan bebeda. Tapi tekad kuat kerap kali melahirkan spirit yang berbeda pula.

Baca Juga:Lalin di HZ Belum TerpetakanOknum TNI Dilarang Membekingi

Akhirnya gagasan itu diterima oleh orang yang memiliki kepedulian, Ridwan Nurfauzan, Angleg Kota Tasikmalaya, Komisi lV. Aku persiapkan sebuah Antologi Puisi Bersama dan mengundang para penyair se-Nusantara, dengan tema ”Kebaya Bordir Untuk Umayah”. Alasan mengundang para penyair se-Nusantara untuk ikut serta dalam antologi bersama tersebut, adalah untuk lebih menguatkan dan memperluas popularitas bordir Tasikmalaya beserta Hj Umayah sebagai perintisnya.

Kenapa harus lewat puisi dengan antologi keroyokan, dan tidak ditulis dengan format biografi. Buku antologi puisi bersama lebih jelas jumlah pembacanya, sejumlah peserta yang karyanya menenuhi syarat untuk dimuat. Mereka para penulis yang karyanya dimuat, kelak menerima nomor bukti pemuatan karyanya. Maka dengan sendirinya informasi tentang kepeloporan Hj Umayah lebih luas masyarakat pembacanya.

Tiga bulan dari awal penerimaan naskah hingga deadline, sebanyak 350 lebih naskah puisi hinggap di meja panitia, dari berbagai daerah se-Nusantara. Mulai dari Padang hingga NTT. Kurator Acep Zam Zam Noor, Sarabunis Mubarok, menentukan sebanyak 115 penyair terpilih dan tampil di Antologi tersebut. Saya menuliskan kisah singkat perjalanan Hj Umayah dalam menggeluti kerajinan dan usaha bordir. Untuk sekedar informasi agar itu dicatat dalam ingatan, bahwa perintis bordir Tasikmalaya yang mendunia itu adalah Hj Umayah putri tunggal seorang lurah yang lahir dan wafat di Kampung Tanjung.

0 Komentar