TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Dalam ruang-ruang belajar yang kerap sunyi namun sarat perjuangan, para guru Sekolah Luar Biasa (SLB) menjalani hari-hari panjang yang tak hanya menuntut keterampilan pedagogis, tetapi juga kesabaran yang nyaris tak bertepi.
Di balik dinding sekolah yang sederhana, kisah-kisah pengabdian tumbuh. Salah satunya Dedi Supriatna (58), guru yang telah tiga dekade penuh mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus tanpa pernah sekali pun menuntut lebih dari yang sanggup ia beri.
Dedi mulai mengajar di Yayasan Insan Sejahtera pada 1995. Kala itu, ia hanya berbekal pendidikan D2 dan kemudian memperdalam ilmunya melalui SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) selama dua tahun.
Baca Juga:RS Islam Hj Siti Muniroh Kota Tasikmalaya Rayakan Milad ke-31Sidang Keempat Kasus Endang Juta: Saksi Sebut Tumpukan Pasir Berada di Luar Lahan Berizin
SGPLB merupakan program pendidikan yang secara khusus dirancang untuk mencetak guru-guru yang memahami kebutuhan anak disabilitas. Mulai dari teknik pembelajaran untuk tunanetra, tunarungu, tunagrahita, autisme, hingga penanganan perilaku khusus.
Meski Dedi telah menempuh pendidikan itu, jalan untuk menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) tetap tertutup baginya. Status pendidikannya membuat ia tak memenuhi syarat, sementara kebutuhan keluarga tak memberi ruang untuk kembali berkuliah. Ia memilih memprioritaskan sekolah anak-anaknya ketimbang mengejar gelar demi kariernya sendiri.
Namun keterbatasan itu tak pernah menjadi alasan untuk mundur. Di masa-masa awal, gajinya sebagai guru sukarelawan—atau yang akrab disebut sukwan—hanya lima puluh ribu rupiah per bulan, itupun dibayarkan secara dicicil.
Ada bulan-bulan ketika bayaran itu baru ia terima setelah menunggu berhari-hari. Meski kini honor yang ia terima telah lebih manusiawi, sekitar Rp2 juta, Dedi tetap menjalani profesinya dengan etos yang sama: merawat anak-anak dengan cinta, bukan hitung-hitungan.
“Dari dulu mah yang penting anak-anak bisa belajar dan tenang. Soal gaji kecil ya saya jalani saja,” ujar Dedi saat ditemui di sekolah, Selasa (25/11).
Ia juga menambahkan, selama bertahun-tahun ia mengantar-jemput beberapa anak autisme dari rumah ke sekolah tanpa meminta sepeser pun biaya tambahan.
“Saya tidak pernah terima uang bensin dari sekolah. Itu mah ikhlas saja, demi anak-anak datang ke sekolah dengan aman,” katanya.
