Di balik semua itu, persoalan yang tak kalah menarik adalah nasib pokir DPRD. Program-program titipan wakil rakyat yang biasanya berjalan mulus kini berpotensi terpangkas oleh logika fiskal.
Rasionalisasi selalu menjadi kabar buruk bagi pokir—seperti kursi tambahan di ruang rapat: paling mudah dipindahkan, paling cepat dikurangi.
Lebih ironis lagi, silang pendapat soal pokir yang jomplang sedang hangat-hangatnya di internal legislatif.
Baca Juga:Pemkot Tasikmalaya Teken MoU! Lulusan STTD Semakin Mudah Masuk Dinas PerhubunganLaporkan Kasus Kekerasan Anak Disabilitas, Keluarga di Kota Tasikmalaya Digugat ke Pengadilan
Tapi ketika ditanya soal itu, Apep kembali memainkan elegansi sunyi yang ia kuasai: tak mengomentari, tak memihak, tak terpancing. Diam yang penuh makna, atau penuh kekhawatiran—tergantung siapa yang menafsirkan.
Untuk sekarang, TAPD memastikan penyesuaian anggaran akan berjalan sesuai regulasi dan tetap berpihak pada prioritas daerah.
Hanya saja, siapa yang masuk daftar prioritas dan siapa yang terkena pemangkasan—itulah babak yang belum ditulis.
Rancangan APBD 2026 masih berjalan di relnya, meski relnya tampak bergetar. Semua pihak menunggu angka final, sementara rumor tentang siapa yang kehilangan program dan siapa yang tetap aman terus mengalir seperti arus listrik liar.
Yang jelas, ketika anggaran mulai dirasionalisasi, satu hal selalu benar: Pokir adalah daun paling pertama yang jatuh sebelum badai benar-benar tiba. (red)
