GARUT, RADARTASIK.ID – Sebanyak 1.503 mahasiswa Universitas Garut (Uniga) resmi diterjunkan ke 74 desa di wilayah Kabupaten Garut bagian utara untuk melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2025.
Selama lebih dari satu bulan, mulai 5 Agustus hingga 9 September, para mahasiswa akan bersentuhan langsung dengan masyarakat untuk menjawab isu-isu krusial yang selama ini membelit desa-desa di Garut.
Rektor Uniga, Dr Irfan Nabhani, menyebut, KKN tahun ini membawa misi yang tidak ringan.
Baca Juga:DPRD Kabupaten Garut Kritik Kebijakan Larangan Study Tour Gubernur Jawa Barat Dedi MulyadiLonjakan Kasus Hepatitis A di Garut: 95 Orang Terduga Terinfeksi, Sekolah Jadi Fokus Penanggulangan
Isu bencana alam, stunting, kekerasan, hingga persoalan sampah menjadi fokus utama.
Bagi Irfan, KKN Universitas Garut bukan hanya sekadar kewajiban akademik atau rutinitas tahunan, melainkan bentuk nyata kontribusi mahasiswa dalam mengurai benang kusut persoalan masyarakat desa.
”Misi kita cukup berat karena yang kita bawakan pada KKN ini persoalan bencana, stunting dan kekerasan,” ucapnya, Selasa, 5 Agustus 2025.
Ia mengingatkan, solusi yang dibawa tidak harus spektakuler.
Justru, program-program sederhana yang langsung menyentuh kebutuhan warga seringkali jauh lebih berdampak.
Dalam konteks stunting misalnya, mahasiswa diminta fokus pada edukasi gizi keluarga, pemahaman tentang pola asuh, hingga promosi konsumsi pangan lokal yang sehat.
Bukan Sekadar Edukasi, Tapi Penggerak Perubahan
Masalah sampah juga menjadi sorotan utama.
Menurut Irfan, mayoritas desa di Kabupaten Garut masih bergumul dengan pengelolaan limbah rumah tangga yang tidak memadai.
Baca Juga:Tambah 1.000 Tempat Tidur Lagi! Bupati Garut Soroti Krisis Ketersediaan Bed di Fasilitas KesehatanRevitalisasi Pasar Guntur Ciawitali di Kabupaten Garut: Rp 779 Juta untuk Drainase, Rp 674 Juta untuk Jalan
Ia berharap para mahasiswa mampu menjadi pemantik kesadaran masyarakat, sekaligus mendorong lahirnya kebiasaan baru yang lebih ramah lingkungan.
Desa-desa yang menjadi lokasi pengabdian tersebar di tujuh kecamatan: Leles, Kadungora, Limbangan, Cibatu, Pangatikan, Karangtengah, dan Sukawening.
Daerah-daerah ini dipilih berdasarkan sejumlah indikator kerawanan sosial dan lingkungan, termasuk tingginya angka stunting, kejadian kekerasan berbasis rumah tangga, dan minimnya sistem pengelolaan sampah yang layak.
Belajar dari Akar Rumput
Selain menjalankan program-program tematik, para mahasiswa diharapkan aktif menggali persoalan desa secara partisipatif.
Bukan datang membawa proposal jadi, melainkan mendengarkan warga, memahami budaya lokal, lalu merancang solusi bersama.
Model pendekatan ini dipercaya bisa memperkuat empati sosial mahasiswa sekaligus menghasilkan program yang lebih tepat sasaran.