Ada kalanya, manuver-manuver politik yang terjadi membuat satu atau dua parpol serta kandidat jadi tersisih. Terlebih jika hal itu terjadi di masa injury time dan membuat parpol atau kandidat terkait tidak punya pilihan. “Bisa jadi di injury time ada partai yang ditinggalkan koalisinya sehingga tidak bisa mengusung kandidat, jadi parpol dan kandidat harus mewaspadai hal ini,” ucapnya.
Pasalnya, semua partai kecuali Gerindra kondisinya tidak bisa mengusung pasangan secara mandiri. Sehingga ketika tersisihkan, pilihan rasionalnya bergabung dengan koalisi yang sudah ada. “Misal ketika tersisa PKB dan Demokrat, jumlah kursinya masih belum memenuhi untuk berkoalisi dan mengusung pasangan kecuali ada tambahan partai lagi,” terangnya.
Contoh simulasinya, Gerindra tetap dengan koalisi besarnya bersama PDI Perjuangan, PBB dan partai Nasdem. Lalu Golkar tetap bertahan dengan PAN dan kemudian PPP berkoalisi dengan PKS sebagaimana wacana paket pasangan Ivan-Dede.
Baca Juga:Pemasangan Poster Politik Pilkada Kota Tasik Dinilai Sporadis, Merusak Estetika Tata Ruang dan LingkunganSoal Do'a Ivan Dicksan dan Dede Muharam, PKB Memegang Politik Santri di Pilkada Kota Tasikmalaya
Jika itu terjadi, maka tersisa PKB dengan 5 kursi dan Partai Demokrat 3 kursi belum cukup untuk mengusung pasangan. Secara otomatis kandidat di kedua partai tersebut yakni H Yanto Oce dan Azies Rismaya Mahpud tidak bisa maju.
Contoh simulasi lainnya yakni pada Golkar yang memiliki H M Yusuf sebagai kandidat Bakal Calon Wali Kota Tasikmalaya. Jika Ivan Dicksan mampu menggaet PAN untuk berkoalisi dengan PPP, maka Golkar harus bisa membujuk PKB atau PKS untuk berkoalisi supaya bisa tetap mengusung kandidat.
Ada juga kekhawatiran gesekan politik memanas ketika ada parpol yang memiliki beberapa kandidat. Seperti halnya PAN dan PPP yang belum memiliki kandidat tunggal. “Ada kerawanan perpecahan ketika parpol punya beberapa kandidat, ini harus bisa diantisipasi juga,” katanya.(k31/rga)