Suwandi menjelaskan, jenjangnya kalau misalkan Kepala Puskesmas itu eselon IV A, maka bisa menjadi kasi di kecamatan. Tapi ini kenyataannya dihabisi betul-betul, dari eselon itu dijadikan staf langsung.
“Kami merasa tidak dihargai. Sudah sekian puluh tahun mengabdi, menduduki jabatan eselon IV, tapi sekonyong-konyong dengan regulasi dihabisi dan tidak disetarakan,” ucap dia.
Menurut dia, alasan pemerintah itu adalah karena regulasi bahwa kepala Puskesmas itu harus fungsional. Tetapi pihaknya tidak diakomodir dulu mau di kemanakan. “Ujug-ujug dapat SK pemberhentian dan penempatan di wilayah masing-masing,” ucapnya.
Baca Juga:Woow!! Citilink Kembali dengan Kelas Reguler? Benar atau Prank Lagi Ya? Ini Penjelasan dari Danlanud Wiriadinata Terkait Layanan Penerbangan di Kota TasikmalayaSMAN 1 Singaparna Peduli Palestina, Ratusan Siswa dan Guru Gelar Doa Bersama dan Penggalangan Dana
Menurut Suwandi, untuk pemberhentian seharusnya diberitahu kesalahannya di mana. Kalau disanksi, berarti pihaknya punya kesalahan. Sementara kalau tidak ada kesalahan, kenapa harus diberhentikan. Sebab, orang lain juga bisa. Ada salah satu kepala puskesmas yang notabene SSos, menjadi kepala UPTD Farmasi. “Kalau farmasi, mereka harusnya apoteker. Bukan sarjana sosial, tapi itu diamankan dan ini dipertanyakan ada apa,” ucapnya.
“Ini kan tidak, malah sekonyong-konyong, langsung disikat dan selesai. Kalau secara email sudah melaporkan ke SASN, namun masih belum ada jawaban nanti tembusannya bisa masuk ke ranah KASN,” paparnya.
Sementara itu, saat dikonfirmasi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tasikmalaya dr Heru Suharto terkait mantan kepala puskesmas nonjob, melalui telepon dan pesan WhatsApp belum memberikan jawaban.