Maka banyaknya korban kebakaran tersebut menjadi momentum untuk protes. Masal. Di banyak kota. Meski Tiongkok negara komunis bukan berarti tidak ada protes. Protes sering terjadi di sana. Juga sering diperhatikan. Asal tidak masalah politik. Atau kekuasaan. Kalau protes itu menyangkut kesejahteraan rakyat, kesulitan hidup, ketidakadilan yang dilakukan aparat, pemerintah sangat peka. Protes itu sangat diperhatikan. Tidak jarang sampai jatuh sanksi bagi aparat kejam di satu tempat.
Pun protes soal masih ketatnya penanganan Covid. Pasca kebakaran maut itu. Pemerintah meresponsnya dengan cepat. Mulai 1 Desember 2022 pelonggaran-pelonggaran dilakukan. Secara nasional.
Ketika keputusan pelonggaran itu diambil ganti banyak orang yang khawatir: jangan-jangan akan terjadi ledakan jumlah penderita Covid yang tidak terkendali. Penduduk begitu besar: 1,3 miliar. Kepadatan begitu tinggi. Apalagi di sana belum banyak orang yang pernah kena Covid. Banyak yang belum punya kekebalan. Herd immunity belum terbentuk.
Baca Juga:Ade: Maksimalkan Peran LinmasGenerasi Muda Jangan Takut Bertani
Beda dengan di Indonesia. Penduduk yang sudah punya kekebalan Covid mencapai 99 persen. Pun soal vaksinasi. Di Tiongkok yang sudah mendapat vaksinasi belum sebanyak di Indonesia. Terutama di kalangan orang tua. Baru sekitar 55 persen. Lansia bukan prioritas. Yang sudah vaksinasi dua kali begitu kecil. Bahkan yang sudah booster lebih rendah lagi.
Itu karena prioritas vaksinasi di Tiongkok untuk kalangan muda. Yang lebih produktif. Kaitannya dengan ekonomi. Agar dalam pandemi pun ekonomi bisa bergerak. Sahabat Disway di sana punya papa-mama berumur 53 tahun. Belum pernah kena Covid. Kini sahabat Disway tersebut sangat khawatir akan keselamatan orang tuanyi. Apalagi ketika setiap hari dilihat angka penderita baru sangat besar: sekitar 3.000/hari.
Sebenarnya angka itu kecil sekali. Terutama dibanding negara lain yang pernah mencapai 40.000/hari. Lebih lagi dibandingkan dengan jumlah penduduk Tiongkok yang 1,3 miliar jiwa. Hanya karena biasanya tidak sampai 10 orang maka angka 3.000/hari itu mengejutkan.
Padahal dari sekitar 3.000 itu yang mati tidak sampai 10 orang. Itu karena yang sedang mewabah di sana sudah varian Omicron. Bukan lagi varian Delta yang kejam itu. Memang angka 3.000 itu meragukan. Itu kan hanya yang masuk rumah sakit. Yang tidak masuk RS pasti lebih banyak lagi. Apalagi ada seruan: penderita ringan tidak usah masuk RS. Cukup diatasi dengan obat di rumah masing-masing. Kita di Indonesia sudah menjalaninya.