Transformasi UPK Gunungtanjung Menjadi BUMDesma, Tuai Polemik

Transformasi UPK Gunungtanjung
UPK DAPM Gunungtanjung bertransformasi menjadi BUMDesma. Namun, dalam perjalanannya menuai polemik karena dinilai ada tahapan yang tidak dilakukan sesuai aturan. (Foto/Istimewa)
0 Komentar

”Dalam musyawarah tersebut seharusnya melaksanakan pembubaran dipimpin oleh kami sebagai PKP sebagai lembaga di atas UPK yang harus dibubarkan, kami tidak ada undangan dan pelaksanaan MAD tersebut dihadiri dinas, kami yang mempunyai hak tidak dilibatkan,” paparnya.

Ali berharap, sebelum terjadi acara pembubaran tersebut, ada rencana transformasi dari UPK ke Bumdesma dengan harapan sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam Permendes.

”Seperti ada review dari Inspektorat, musyawarah antar desa mengenai transformasi UPK menjadi Bumdesma. Artinya ada musyawarah dulu dari setiap desa dibuktikan dengan berita acara, setelah itu baru MAD menentukan transformasi UPK ke Bumdesma, seperti ini seharusnya,” jelasnya.

Baca Juga:Soal Bonus Atlet, Dewan Sebut Pemkab Tasikmalaya Tak SeriusBonus Atlet Kabupaten Tasikmalaya Suram, Berpeluang Membela Daerah Lain

Sementara yang terjadi, di setiap desa di Kecamatan Gunungtanjung, ada tujuh orang PKP dan setelah dikonfirmasi tidak ada acara terkait musyawarah transformasi UPK menjadi Bumdesma.

”Yang hadir ke acara MAD itu tidak semua PKP hadir, mungkin ada teman-teman yang lain. Tetapi kami merasa pertama tidak mempunyai hak, ada kesalahan dan undangan tidak ada dan tidak dilibatkan dalam pembubaran itu, makanya kami secara hukum belum bubar,” tegasnya.

Termasuk, tidak ada berita acara pembubaran yang ditandatangani oleh PKP. Pada intinya, dalam tahapan pembubaran UPK menjadi Bumdesma, ada yang janggal dan tidak sesuai aturan.

”Termasuk dalam berita acara tidak sah, karena kami tidak pernah menandatangani berita acara pembubaran UPK tersebut. Dan dalam proses penentuan pengurus Bumdesma, kalau melihat aturan, harus sesuai dan dibuat Ad-Art dulu sebelum acara, setelah itu pembentukan pengurus Bumdesma, tetapi adanya pengurus Bumdesma, seolah dipaksakan,” terang dia.

Kemudian, sebagai Dirut ada sebelum terjadinya transformasi. Harusnya ada Ad-Art dulu sebelum transformasi, setelah transformasi baru ada pemilihan Dirut nya.

”Menurut versi kami, dalam transformasi UPK ke Bumdesma idealnya itu kalau sudah dibentuk Bumdesma yang awal, artinya bisa dua. Ada Bumdesma bukan hasil transformasi, dan yang hasil transformasi,” ujarnya, menambahkan.

Pada akhirnya, supaya legal hukum jelas, meminta ditempuh aturan yang terbaik agar tidak terjadi tumpang tindih dalam melaksanakan aturan transformasi UPK menjadi Bumdesma.

0 Komentar