Remaja Perempuan Gangguan Jiwa dan Putus Sekolah di Tasikmalaya, Anggota Dewan Minta Dinas Sosial dan Kesehatan Turun Tangan

remaja perempuan gangguan jiwa
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Tasikmalaya Ahmad Junaedi Shakan berbincang orang tua FR di Kampung Buncil Kelurahan Tugujaya Kecamatan Cihideung, Minggu (24/9/2023)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – FR (18), Seorang remaja perempuan gangguan jiwa asal Kampung Buncil Kelurahan Tugujaya Kecamatan Cihideung seolah tidak punya masa depan yang jelas. Meski sudah 5 tahun kondisi kejiwaannya bermasalah, dia belum pernah mendapat penanganan medis dan harus putus sekolah.

FR sendiri awalnya terlahir secara sehat sebagaimana anak lainnya. Namun saat kelas 1 SMP, kejiwaannya mulai berbeda di mana dia sering tertawa sendirian baik di rumah maupun di sekolah.

Karena kondisinya itu, FR pun tidak melanjutkan pendidikannya dan sehari-hari beraktivitas di rumah saja.

Baca Juga:Beras Bantuan Dari Pemerintah Dijual Karena Kualitasnya Mengecewakan, Babinsa : Warga Tak Berani Protes Karena TakutGadis Michat di Tasikmalaya, Efek Pola Asuh di Tengah Tsunami Informasi

Ibu FR, Siti Fatimah (53) menduga kondisi anaknya itu akibat beberapa kali insiden. Dari mulai kena batu ketapel di dahi, jatuh terpeleset kulit pisang dan kepalanya terbentur sampai menubruk pagar besi. “Pernah juga jatuh terseret angkot,” ungkapnya kepada Radartasik.id, Minggu (24/9/2023).

Secara Fisik, FR bisa kembali pulih namun mentalnya seiring berjalannya waktu mengalami gangguan. Keluarga sempat berupaya menempuh pengobatan alternatif, namun hasilnya nihil. “Belum ada hasil,” ucapnya.

Seiring berjalannya waktu, Siti melihat kondisi FR semakin parah meskipun tidak sampai seperti orang gila yang berkeliaran di jalan. Di rumah pun remaja perempuan gangguan jiwa itu sering berbicara dan tertawa sendirian. “Kadang marah sampai perabotan pada pecah,” tuturnya.

Saat ini FR mulai sering jalan ke luar dengan jarak yang terbilang jauh. Keluarga pun khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena aktivitasnya tidak terpantau. “Pernah sampai ke Sambong, ke Cisumur,” jelasnya.

Disinggung penanganan medis, Siti mengakui putrinya itu belum pernah dibawa ke Puskesmas atau pun rumah sakit. Selain bingung bagaimana prosesnya, dia pun kebingungan masalah biaya. “Enggak tahu harus kemana,” terangnya.

Siti sendiri saat ini menjadi tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai pegawai sebuah toko. Dia harus menghidupi suami dan 6 anaknya sehingga untuk biaya pengobatan dirasa berat. “Suami saya enggak kerja,” katanya.

0 Komentar