Mahasiswa Sebut Gerakan Pangan Murah Sekadar Formalitas, Pemkot Hanya Jadi "Reseller" Produk Luar Daerah

Gerakan Pasar Murah
Warga mengunjungi stand bahan pangan pada acara Gerakan Pangan Murah (GPM) di halaman Kantor Dinas Ketahanan Pangan, Peternakan, dan Perikanan (DKP3) pada Selasa 13 Agustus 2024. (Ayu Sabrina / Radartasik.id)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Aktivis mahasiswa Tasikmalaya, Dikri Rizki Ramadhan, menilai Gerakan Pangan Murah (GPM) sebagai program formalitas. Sebab kegiatan itu hanya diselenggarakan secara parsial.

Diketahui GPM itu hanya dilakukan selama empat hari di empat kecamatan, yakni Kecamatan Indihiang, Tamansari, Tawang, dan Cipedes.

Seharusnya, menurut dia, untuk mengefektifkan pengendalian inflasi di Kota Tasikmalaya, operasi pasar murah dipecah di 10 kecamatan dengan waktu yang ditentukan sesuai target dan perhitungan.

Baca Juga:Bau Tidak Sedap dari Alokasi Rp 913 Juta untuk Seragam Linmas di Kota TasikmalayaPAN Warning Semua Kandidat di Pilkada Kota dan Kabupaten Tasikmalaya Siapkan Mental!

“Melihat Pemkot hari ini untuk membuat gerakan pangan murah ini memang bisa menekan inflasi khususnya di Kota Tasikmalaya. Tetapi perlu di ketahui juga seharusnya mempertimbangkan lebih detail dan tersusun secara sistematis serta administratif jika ingin berhasil menekan angka inflasi secara terukur dan signifikan,” kata Dikri kepada Radar, Rabu 14 Agustus 2024.

Apalagi, menyertakan agen penjual yang justru memasarkan produk luar daerah. Padahal acara GPM semestinya membantu turut mengenalkan dan memasarkan produk lokal.

“UMKM kita mestinya diberi ruang. Inflasi kan bukan soal kenaikan harga saja. Kita ternyata justru hanya menjadi mitra penjual (reseller, red) produk impor. Akibatnya, nilai tambah terbesar bukan dinikmati pelaku industri di kita, melainkan produsen produk impor di kota asal,” ungkapnya.

Belum lagi, lanjut dia, dengan adanya perbedaan harga di operasi pasar murah dan warung tradisional, akan menurunkan pendapatan warga. Meskipun gelaran GPM hanya dilakukan kurang dari sepekan.

“Bisa aja kan karena terasa murah, diborong untuk setok seminggu atau lebih kan. Warung mereka jadi sepi. Apa yang sudah dicapai dari program gerakan murah pangan itu? apakah mempengaruhi harga pasar?” tutur Dikri.

“Karena secara tidak langsung Pemkot menggerus warung-warung sembako dan pasar, meskipun ya perbedaannya 1-5 rb juga. Ini menjadikan salah satu daya tarik masyarakat dan harga pasar juga terpengaruhi. Masih mending jika pembelinya masyarakat yg benar-benar kurang mampu. Faktanya ga seperti itu,” lanjutnya.

Dikri menilai Pemerintah Kota Tasikmalaya akhir-akhir ini tampak buruk dalam berorganisasi, terlebih dengan warga.

0 Komentar