Ekspedisi Kampung Dumaring (3): Kepala Adat Diterkam Buaya Dua Kali, 5 Menit Bergulat di Dalam Air

Buaya
Kepala Adat Kampung Dumaring Muhamad Asri saat menceritakan pengalamannya di gigit buaya. (Soni Herdiawan / Radar TV)
0 Komentar

Asri berhasil melepaskan diri dengan cepat dari terkaman sang predator kedua. Namun betis kanan Asri robek. Begitu juga tangan kanannya yang digigit buaya pertama. ”Ini (digigit buaya) sudah waktunya mungkin,” ujarnya.

Menurut Asri, ada tujuh warga yang menyaksikan dia diterkam buaya saat ritual. Namun mereka tidak bisa menceburkan diri menolongnya apalagi di malam hari. Warga yang menjadi saksi itu langsung menolongnya untuk dibawa ke rumah sakit. ”Saya satu bulan dirawat di rumah sakit,” ujar pria berusia 70 tahun itu.
Kepala Kampung Dumaring Salehuddin menceritakan ketika diterkam buaya, Asri tampak dibawa ke dalam air lalu muncul lagi kepermukaan. ”Songkoknya (kopiah yang dipakai Asri, Red) muncul. Tiba-tiba pak puk pak puk,” tuturnya.

Setelah berhasil lepas dari terkaman buaya pertama, menurut Salehuddian, Asri sempat berenang ke tepi. Namun, tiba-tiba diseret lagi. ”Dua kali dia (diterkam buaya,” ujarnya.

Baca Juga:Siswa-Siswi SMAN 11 Berau Antusias Ikuti Lomba Sayembara Karya dan Video Kreatif tentang Peduli LingkunganPara Pelajar SMAN 11 Berau Diajak Peduli Lingkungan melalui Lomba Sayembara Karya dan Video Kreatif

Dia menyebut Asri menyatakan bahwa buaya yang menerkamnya itu ada dua. Namun, warga yang menjadi saksi di Sungai Bakil saat itu tidak bisa melihat dengan jelas. Lantaran malam hari. ”Kita hanya teriak-teriak saja (ketika Asri diterkam buaya),” kata Salehuddin.

Salehuddin mengatakan Sungai Bakil memang tempatnya para buaya. Masyarakat Kampung Dumaring juga sudah tahu dan jarang melaksanakan aktivitas di sana kecuali ketika melaksanakan ritual adat.

Menurut Salehuddin, masyarakat meyakini bahwa peristiwa yang menimpa Asri saat ritual itu karena ada syarat-syarat tertentu yang tidak lengkap. Setelah dicek, memang ada satu sesaji yang tidak ada. Yaitu padi yang digoreng. ”Juga ternyata masih ada warga yang panen (belum selesai) saat itu,” ujarnya.

Peristiwa yang menimpa Asri pada Mei 2021 tidak menghentikan tradisi ritual adat di Sungai Bakil. Di tahun-tahun berikutnya Asri tetap menjalankan ritual itu. ”Ini karena sudah tradisi leluhur,” tutur Salehuddin. (*)

0 Komentar