Bukan Kota Termiskin Lagi?

Bukan Kota Termiskin Lagi?
H Muslim
0 Komentar

Melihat sejarah data kemiskinan Kota Tasikmalaya sejak 2003-2022, terjadi kenaikan penduduk miskin yang sangat signifikan di Kota Tasikmalaya. Yaitu dari tahun 2007 ke 2008 dengan tingkat kenaikan yang cukup tinggi. Yakni sebesar 2,6 kali lipat dari 9,3 persen ke 26,08 persen dengan penduduk miskin dari 52 ribu orang menjadi 152 ribu orang.

Pada saat itulah awal Kota Tasikmalaya menjadi wilayah termiskin di Jawa Barat meski penyebab yang ditimbulkan berkutat pada garis kemiskinan yang naik tinggi (dari Rp 162.362 ke Rp 221.105). ”Dari kenaikan angka kemiskinan tersebut (2008) cenderung disebabkan oleh krisis ekonomi pada kondisi masa itu,” ungkapnya. 

Kepala BPS Sekadar Mengiyakan

Badan Pusat Statistik (BPS) tidak menjelaskan secara gamblang apa yang menjadi faktor menurunnya angka kemiskinan di Kota Tasikmalaya.

Baca Juga:Garut Kencang, Tasik Tiga Kali DiguncangAlarm Kewaspadaan

Saat dihubungi, Kepala BPS Kota Tasikmalaya Bambang Pamungkas mengaku sedang berada di luar daerah. Namun dia mengonfirmasi bahwa Kota Tasikmalaya sudah bukan lagi daerah termiskin di Jawa Barat. ”Betul (tidak lagi termiskin),” ujarnya melalui pesan singkat.

Ketika dihubungi melalui panggilan telepon, Bambang tidak meresponsnya. Saat ditanya lebih detail soal penurunan angka kemiskinan melalui melalui pesan singkat, dia pun belum bisa memberikan penjelasan. ”Ni lagi isi acara dulu, nanti kalau dah senggang saya hubungi ya,” balasnya.

Perhitungan dari BPS sempat dipertanyakan oleh berbagai pihak. Termasuk oleh H Muhammad Yusuf ketika mengisi podcast bersama BPS di Graha Pena Radar Tasikmalaya, Selasa (25/10/2022). Saat itu Yusuf masih menjabat sebagai Wali Kota Tasikmalaya.

Pada momen tersebut Yusuf mem­pertanyakan akurasi data BPS terkait angka kemiskinan. Dia menilai ada kekeliruan dalam proses pendataan sehingga hasilnya tidak akurat.

Yusuf menuturkan contoh kasus yakni versi BPS Perumahan Garunggang tempat dia tinggal banyak dihuni warga miskin. Padahal di lingkungan tersebut 90 persen merupakan pensiunan yang memiliki penghasilan. ”Enggak mungkin miskin, rumahnya bagus-bagus,” ujarnya.

Pihaknya meminta agar BPS bisa me­lakukan pendataan secara valid. Selain untuk menjadi dasar program peme­rintah, sebagai kepala daerah diri­nya merasa dirugikan karena bisa dianggap tidak bisa menangani kemis­kinan. ”Pendataan harus riil,” ucapnya.

0 Komentar