TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID — Penanganan HIV di Kota Tasikmalaya masih menghadapi persoalan serius pada keberlanjutan layanan.
Data Komisi Penanggulangan AIDS Daerah (KPAD) Kota Tasikmalaya menunjukkan kebocoran kaskade layanan HIV masih terjadi, ditandai dengan tingginya jumlah ODHIV nonaktif, hilang dari layanan, hingga meninggal dunia.
Hingga November 2025, tercatat 1.497 kasus HIV/AIDS kumulatif di Kota Tasikmalaya.
Dari jumlah tersebut, hanya 965 Orang Dengan HIV (ODHIV) yang tercatat masih hidup.
Namun tidak semua berada dalam layanan pengobatan yang berkelanjutan.
Baca Juga:Wafat saat Lantunkan Nadom Tauhid, Momen Haru di Masjid Agung Kota TasikmalayaSetoran Parkir Harian Mulai 2026, Dishub Kota Tasikmalaya Perketat Pengawasan untuk Tekan Kebocoran PAD
Berdasarkan data kaskade layanan HIV KPAD Kota Tasikmalaya, dari 965 ODHIV yang masih hidup, sebanyak 825 orang pernah masuk perawatan dan 785 orang pernah memulai terapi antiretroviral (ART).
Namun, yang masih aktif menjalani pengobatan ARV (on ART) hanya 636 orang.
Data tersebut menunjukkan adanya penyusutan signifikan di setiap tahapan layanan, mulai dari diagnosis, masuk perawatan, hingga keberlanjutan pengobatan.
Kondisi paling mencolok terlihat pada tingginya angka ODHIV nonaktif dan meninggal dunia.
KPAD Kota Tasikmalaya mencatat, hingga November 2025 sebanyak 330 ODHIV meninggal dunia.
Selain itu, terdapat 138 ODHIV yang hilang setelah diagnosis atau masuk perawatan, 38 ODHIV lost to follow up (LFU) setelah ART, serta 141 ODHIV berstatus inaktif.
Di luar itu, sebanyak 121 ODHIV dirujuk ke luar daerah dan 98 ODHIV tercatat berpindah layanan.
Sekretaris KPA Kota Tasikmalaya, Tarlan, menilai angka-angka tersebut sebagai indikator nyata masih bocornya kaskade layanan HIV di daerah ini.
Baca Juga:Tekan Euforia Tahun Baru, Polres dan Pemkot Tasikmalaya Minta Warga Tak Nyalakan PetasanRibuan Santri Doa Bersama untuk Keselamatan Bangsa di Taman Kota Tasikmalaya
“Kalau dilihat dari data, tantangan terbesar kita bukan hanya menemukan kasus, tetapi memastikan ODHIV tetap bertahan dalam layanan. Angka nonaktif, LFU, dan meninggal ini menunjukkan masih ada celah besar dalam pendampingan dan retensi pengobatan,” ujarnya, Senin (29/12/2025).
Menurut Tarlan, status nonaktif dan hilangnya ODHIV dari layanan kerap dipengaruhi faktor nonmedis.
Stigma dan diskriminasi masih menjadi penghalang utama, selain persoalan ekonomi, mobilitas tinggi, serta minimnya dukungan sosial.
Ia menegaskan, ODHIV yang tidak rutin menjalani ART berisiko mengalami penurunan kondisi kesehatan secara signifikan dan berpotensi meningkatkan penularan HIV di masyarakat.
“Ketika pengobatan terputus, viral load bisa naik kembali. Ini berisiko bagi kesehatan ODHIV sekaligus memperbesar potensi penularan,” terangnys.
