RADARTASIK.ID – Radja Nainggolan membuka kenangan masa lalunya dalam wawancara di kanal YouTube jurnalis Francesca Teodori.
Dalam sesi tersebut, mantan gelandang Timnas Belgia itu berbicara tentang pengalamannya di Roma, klub yang menurutnya paling memahami dirinya, bukan hanya sebagai pemain, tetapi juga sebagai seorang pria.
Nainggolan pertama mengenang bagaimana kepindahannya ke Roma dari Cagliari merupakan keputusan pribadinya.
Baca Juga:Jurnalis Italia: Motta Dipecat Karena Membuang Pemain yang Memiliki DNA JuventusRiccardo Saponara Yakin Allegri Cocok untuk AC Milan dan Sebut Kaka Seperti Dewa
Hal itu terjadi setelah Walter Sabatini (Direktur Olahraga Roma) saat itu berusaha merekrutnya sejak bulan Juni.
“Saya memilih pergi ke Roma, di sana saya sangat dihormati. Sabatini sebenarnya sudah menginginkan saya sejak Juni, tetapi kepindahan itu baru terwujud pada Januari, bahkan saya sampai menandatangani kontrak kosong!” ujar Nainggolan dikutip dari Tuttomercatoweb.
Meski mengaku mendapat sambutan baik di Cagliari, ia merasa bahwa Roma adalah satu-satunya tempat yang benar-benar memahami dirinya.
“Cagliari memberi saya banyak hal, tetapi Roma adalah tempat yang benar-benar memahami saya sebagai seorang pria. Kedua pengalaman itu sangat berkesan, meski dengan tujuan yang berbeda,” ungkapnya.
Ketika ditanya soal karakternya, Nainggolan mengungkapkan bahwa masa kecilnya yang sulit membentuk dirinya menjadi sosok yang kuat dan berprinsip.
“Saya tumbuh di jalanan dan tanpa ayah, jadi sebagai anak saya sempat melakukan beberapa kesalahan—hal-hal yang tidak akan saya ulangi lagi,” ucapnya.
“Saya membawa karakter itu ke sepak bola. Saya tidak pernah membiarkan siapa pun menginjak-injak saya. Mungkin saya terlihat keras di lapangan, tetapi sebenarnya tidak demikian,” jelasnya.
Baca Juga:Ivan Juric: Pelatih Naik Daun yang Jatuh karena AS RomaThiago Motta Dipecat, Fabio Capello Tuding Cristiano Giuntoli Biang Kerok di Juventus
Namun, Nainggolan menyadari pendekatan permainan kerasnya di lapangan juga berubah seiring waktu.
“Di Cagliari, saya bisa menerima 13-14 kartu kuning dalam satu musim, tetapi di Roma jumlahnya hanya 5 atau 6. Seiring waktu, saya menjadi lebih dewasa,” tuturnya.
Meski dikenal sebagai pemain dengan daya juang tinggi di lapangan, Nainggolan mengakui bahwa sepak bola bukanlah tujuan utama dalam hidupnya.
“Saya tidak pernah menjadikan sepak bola sebagai satu-satunya hal dalam hidup saya. Tapi, saya juga tidak pernah melewatkan sesi latihan,” tuturnya.
“Hidup saya tetap menjadi prioritas, tetapi saya selalu menjaga profesionalisme,” pungkasnya.