TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tasikmalaya dalam menjaga integritas Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Tasikmalaya mendapatkan sorotan tajam setelah terjadinya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mendiskualifikasi Ade Sugianto dari kontestasi Pilkada 2024.
Fajar Adhari, aktivis mahasiswa dari Tasikmalaya Selatan, menyatakan, keputusan MK ini bukan hanya sebuah peristiwa hukum, tetapi juga mencerminkan kegagalan besar dalam menjaga integritas demokrasi.
Ia menilai, ini merupakan bukti nyata dari kelalaian fatal yang dilakukan oleh Bawaslu Kabupaten Tasikmalaya.
Baca Juga:Wali Kota Tasikmalaya Viman Alfarizi Ramadan Tanggapi Kekosongan Jabatan di Pemkot dan Curhatan Eslon IIBI Tasikmalaya Siapkan Rp1,8 Triliun untuk Penukaran Uang Ramadan
Fajar menyatakan bahwa Bawaslu, yang seharusnya berfungsi sebagai lembaga pengawasan dan penjaga keadilan pemilu, telah gagal dalam menjalankan tugasnya dengan baik.
Pelanggaran yang jelas terlihat seharusnya sudah bisa dihentikan sejak awal, namun Bawaslu justru membiarkan pelanggaran tersebut lolos. Padahal, pilkada seharusnya dilaksanakan dengan prinsip langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (Luber Jurdil).
Hal ini tentu saja mencoreng citra demokrasi dan menjadikan pilkada lebih sebagai ajang pembodohan publik.
Lebih lanjut, Fajar menjelaskan bahwa kelalaian fatal yang terjadi adalah membiarkan seorang calon yang sudah menjabat lebih dari 2 tahun 6 bulan sebagai bupati sebelumnya, meskipun aturan jelas menyatakan bahwa seseorang yang telah menjabat lebih dari setengah periode harus dihitung sebagai satu periode penuh. Dengan demikian, pencalonannya seharusnya digugurkan sejak tahap awal.
Fajar mempertanyakan mengapa Bawaslu tidak mengambil tindakan sejak awal, mengingat fakta tersebut bukanlah hal yang ambigu atau dapat ditafsirkan secara berbeda.
Selain itu, Fajar juga menilai Bawaslu telah gagal dalam menjalankan fungsi pencegahan dan pengawasan.
Tugas utama Bawaslu tidak hanya mencatat pelanggaran, tetapi juga untuk mencegah terjadinya pelanggaran sejak dini.
Baca Juga:Partisipasi Pilkades Cipaingeun Kabupaten Tasikmalaya 52 Persen, Abdul Hak Muksin Terpilih Menjadi Kepala DesaBuka Siang Hari, Warung Makan Dirazia Satpol PP Kabupaten Tasikmalaya
Apabila Bawaslu bekerja dengan serius sejak awal, Pilkada Kabupaten Tasikmalaya seharusnya tidak perlu diulang, dan masyarakat tidak perlu menanggung kerugian akibat kelalaian ini.
Keputusan MK untuk mengulang pemungutan suara (PSU), menurut Fajar, bukan sekadar formalitas belaka.
Hal ini merupakan konsekuensi dari buruknya pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu.
Proses PSU sendiri jelas membebani anggaran daerah dan mencederai prinsip-prinsip demokrasi.