Oleh: Asep M Tamam
Karakter dunia politik sedikit berbeda dengan dunia lainnya. Olahraga misalnya. Di dunia olahraga, jika tenaga sudah melemah, seorang atlet harus mengikuti hukum alam. Dia mundur. Bisa beralih profesi menjajal dunia bisnis. Bisa menjadi pelatih di cabang yang sama. Bahkan bisa bantir setir, mencoba dunia baru yang sesuai dengan passion-nya. Di saat yang bersamaan, regenerasi terjadi. Pemain baru bermunculan dengan tenaga besar, tenaga baru. Mereka yang menjaga tradisi, melanjutkan perjalanan sejarah selanjutnya. Mereka yang memegang kendali.
Dunia politik lain lagi. Tak banyak pihak yang bisa masuk ke dalam sistem partai. Ada yang masuk lewat jalur normal, melewati proses panjang. Politisi organik, kita mengenalnya. Pengalaman berorganisasi di sekolah dan di bangku kuliah menjadi bekal utamanya. Mereka masuk pintu dunia politik lewat penempaan diri dan dilewati secara bertahap.
Namun ada juga yang masuk pintu politik dan memasuki sistem partai dengan cara instan. Sebagian bisa masuk dengan modal finansial. Tak sulit bagi seorang pengusaha, tua ataupun muda, untuk masuk jalur politik. Bahkan mereka disiapkan jalur istimewa. Bisa menyalip ke urutan atas pencalonan kontes pemilihan anggota legislatif, bahkan menyalip tokoh-tokoh senior partai di jalur eksekutif. Ada privilege yang melekat dalam dirinya.
Baca Juga:Jual Sabu Pakai Motor DinasDokumentasi Kegiatan KKN Lebih Kreatif
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Sebagian lagi memasuki pintu politik dari jalur modal sosial. Popularitas bisa menyingkat jarak dalam urusan politik. Seorang artis atau pesohor publik, sebagaimana pengusaha, bisa memasuki sistem partai dengan jalur patas. Kita bisa menyaksikan para artis menyulap dirinya menjadi politisi. Ada artis penyanyi, artis sinetron dan film, bahkan artis pelawak. Tak sulit mereka menarik simpati dan menabur daya magnet yang bisa mendulang suara dan membawa mereka sampai di singgasana kekuasaan.
Pintu masuk lainnya dari lajur tengah, yaitu menjadi putra, putri, atau keluarga politisi senior. Tak sulit kita menyaksikan partai menjadi seakan milik keluarga. Meski dalam realitasnya, penentuan mereka terpilih atau tidak diserahkan kepada rakyat sebagai pemilik suara, namun pada kenyataannya mereka tak menghadapi kendala berarti. Karakter dunia politik kita sepertinya mempermudah keluarga untuk masuk ke sistem kepartaian dan kemudian memenangkan event pemilihan.