Tsinghua Lutfiya

Tsinghua Lutfiya
Dahlan ISkan
0 Komentar

Memang, di saat terjadi krisis barulah diketahui perlunya pemimpin yang hebat. Krisis pandemi, krisis bencana alam pun sampai krisis ekonomi. Sebenarnya Lutfiya sudah sejak empat bulan lalu mulai kuliah: online. Hasil kuliah itu bisa langsung dia terapkan di pekerjaan sebagai staf khusus gubernur dan wakil gubernur. Terutama soal kerja keras, tepat waktu, dan komitmen.

Meski online, Lutfiya tidak bisa santai. Selama 4 bulan ini sudah tiga buku tebal dia baca: wajib. Harus bisa pula mengikhtisarkannya. Lalu lebih 20 artikel yang harus dikaji. Untuk di-review. “Dosen hanya berbicara 15 menit. Yang 45 menit diskusi,” kata Lutfiya.

Lebih banyak lagi penugasannya.

Semua harus selesai. Tepat waktu. Tidak ada toleransi. “Sejak kuliah ini semua tugas dari Pak gub dan Bu wagub saya selesaikan sebelum waktunya,” ujar Lutfiya. “Saya menjadi terbiasa seperti orang di Beijing,” tambahnyi.

Baca Juga:Pendaftar PPS MembludakPuskesmas Cigalontang Fokus Tekan Angka Stunting

Dan lusa, Lutfiya tiba di Beijing. Di kampus Tsinghua University. Amerika punya MIT. Tiongkok punya Tsinghua. Amerika punya Harvard University. Tiongkok punya Beijing University. Lutfiya, lusa, tiba di kampus ternama itu. Dia disediakan pondokan di situ. Lengkap dengan makanannya. Masih dapat uang saku pula: lima kali lipat dari gajinya sekarang.

Lutfiya juga sudah diberi daftar 40 guru besar yang bisa dia pilih sebagai pembimbing tesisnyi kelak. Nama mereka, bidang keahlian, tesis, biografi singkat, dan alamat email mereka dikirim ke Lutfiya. Silakan pilih sendiri. Hubungi sendiri. Kalau yang dipilih tidak mau cari yang lain.

Lutfiya sudah pilih. Sang guru besar juga sudah bersedia. Lutfiya menyebutkan namanya. Saya yakin pilihan Lutfiya benar meski cara mengucapkan namanya salah. “Saya memang baru sebulan kursus Mandarin,” kata Lutfiya. Itu pun online. Seminggu dua kali.

Lusa Lutfiya tiba di Beijing. Di musim dingin. Menjelang musim salju. Tapi saya lihat badan Lutfiya punya cadangan lemak yang cukup untuk menghangatkan seluruh Beijing. “Saya janji deh, ketemu Pak Dahlan lagi sudah langsing”, katanyi. Saya pun meletakkan tangan di kepala Lutfiya. (*)

 NB: Anda bisa menanggapi tulisan Dahlan Iskan dengan berkomentar http://disway.id/.

0 Komentar