Pemilih di Kota Tasikmalaya Didominasi Generasi Milenial Pada Pemilu 2024, Bawaslu Khawatir

Ketia Bawaslh : Generasi Milenial Dominasi Pemilih Pemilu 2024 di Kota Tasikmalaya
Ketua Bawaslu Kota Tasikmalaya Ijang Jamaludin
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Pemilih pada Pemilu 2024 di Kota Tasikmalaya akan didominasi generasi milenial. Meski bisa berdampak positif, namun ada risiko yang dikhawatirkan oleh Bawaslu.

Berdasarkan data KPU Kota Tasikmalaya, jumlah DPT untuk Pemilu 2024 jumlahnya di angka 538.324 orang. KPU mengelompokan jumlah tersebut ke berbagai kategori usia atau generasi.

Kelahiran tahun 1945 atau sebelumnya masuk kategori lansia dengan jumlah 8.381 orang. Selanjutnya kelahiran 1946-1964 masuk kategori Baby Boomer dengan jumlah 74.430 orang.

Baca Juga:Edan! Pengusaha Nekat Curi Harta Mertua, Kerugian Rp 1,5 Miliar2 Pemuda Karangtaruna Dianiaya Dekat Kantor Bank Indonesia Tasikmalaya, Pelaku 4 Orang Diduga Geng Motor

Untuk kelahiran 1965-1980 masuk Generasi X (Gen X) dengan jumlah 148.374 orang. Kelahiran 1981-1996 masuk Generasi Milenial dengan jumlah 180.666. Terkahir Kelahiran 1997-2012 disebut generasi Z dengan jumlah 126.473 orang.

Dari jumlah tersebut pemilih dari generasi milenial memiliki jumlah paling banyak dengan persentase 33,56%. Sementara usia lansia terhitung paling sedikit dengan persentase 1,56%.

Ketua Bawaslu Kota Tasikmalaya Ijang Jamaludin mengatakan banyaknya generasi milenial, generasi X dan Generasi Z akan berdampak positif pada pemilu. Karena menurutnya mereka dinilai sebagai pemilih cerdas. “Dengan dominasi pemilih cerdas, kualitas pemilu bisa lebih baik,” ungkapnya.

Selain itu mereka juga diprediksi punya antusias yang tinggi untuk menggunakan hak pilihnya. Apalagi generasi Z yang notabene sebagian merupakan pemilih pemula. “Artinya semangat partisipasinya lebih tinggi,” ucapnya.

Di sisi lain, pihaknya juga khawatir kondisi ini malah menjadi blunder untuk penyelenggaraan pemilu. Karena bagaimana pun kerawanan pelanggaran tetap ada, sementara pemilih cerdas akan berpatokan pada pemilu yang ideal. “Tanpa politik uang atau pelanggaran lainnya, di tambah dengan figur bacaleg yang berkualitas,” ucapnya.

Ketika masih terjadi praktik kecurangan atau figur bacaleg yang tidak sesuai ekspektasi, tentunya ini akan menurunkan semangat pemilih. Risiko terbesarnya yakni mereka menjadi apatis dalam menghadapi pemilu. “Ketika mereka punya ekspektasi yang tinggi untuk pemilu sedangkan realitanya berbeda, kami khawatir mereka jadi apatis,” ucapnya.

Untuk mencegah hal itu pihaknya sebagai pengawas tentu akan berupaya melakukan pencegahan hal-hal yang bersifat pelanggaran. Baik itu dari peserta pemilu, atau dari KPU sendiri yang merupakan bagian dari penyelenggara. “Kami selaku pengawas akan berupaya semaksimal mungkin,” ucapnya.

0 Komentar