Artinya, yang disentuh bukan hanya tanah, tapi administrasi negara. Bahkan BPN pun, menurutnya, pasti mengetahui keberadaan batas tersebut. Sengketa sejengkal tanah saja bisa jadi perkara panjang.
Di lokasi proyek, Humas CV Padel, Ade Yayan, mengakui bahwa arahan penghentian sementara memang pernah disampaikan dalam rapat. Ia menyebut akar masalah ada pada batas wilayah yang belum beres.
“Seharusnya batas wilayah dibereskan dulu sebelum proses PBG. Itu juga disampaikan bagian pemerintahan,” ujarnya.
Baca Juga:Jalan Panjang Unsil Tasikmalaya Menuju Fakultas Kedokteran Akan Dimulai!Padel yang Menggelisahkan: Izin Belum Keluar, Bangunan Sudah Berdiri di Kota Tasikmalaya
Ia menjelaskan sertifikat tanah proyek berada di dua wilayah sekaligus. SPPT PBB pun terbagi antara Cipedes dan Bungursari. Sebuah kondisi administratif yang, entah bagaimana, tidak menghentikan aktivitas fisik di lapangan.
Soal proyek yang masih berjalan, Ade berjanji akan menyampaikan hasil sidak kepada pimpinan perusahaan.
“Kami akan mengikuti arahan pemerintah,” katanya.
Kalimat itu terdengar familiar. Terlalu sering diucapkan. Terlalu sering pula diuji di lapangan.
Kembali ke pertanyaan awal: benarkah ada peran oknum KNPI? Hingga kini, belum ada yang berani menyebut nama. Belum ada klarifikasi. Yang ada hanya pola: rekomendasi ada, proyek jalan terus.
Di kota kecil, kekuasaan jarang datang dalam bentuk surat resmi. Ia sering hadir sebagai telepon, kedekatan, atau “yang penting beres”.
Jika benar tidak ada intervensi siapa pun, maka ini murni soal ketidakpatuhan.
Tapi jika benar ada oknum yang ikut bermain, maka polemik padel ini bukan sekadar soal izin—melainkan cermin bagaimana aturan bisa kalah oleh jaringan.
Baca Juga:Mampir ke Bambu Apus!Meneropong Beban Hening Sekda Kota Tasikmalaya Asep Goparullah!
Komisi III kini mendesak wali kota Tasikmalaya untuk bersikap tegas. Penyegelan disebut sebagai opsi.
Kalau rekomendasi bisa diabaikan, maka rapat hanya jadi ritual. Kalau aturan bisa dinegosiasikan, maka hukum hanya dekorasi.
Dan kalau proyek tetap jalan tanpa izin lengkap, publik wajar bertanya: siapa sebenarnya yang sedang bermain padel—pengusaha, birokrasi, atau kekuasaan di balik layar. (red)
