Politik Bambu Apus (part2): Politisi Tinggal Menunggu Langkah. Orkestra Tengah Disiapkan!

politik bambu apus
Jalan Bambu Apus. (IST)
0 Komentar

Dalam situasi seperti ini, para politisi di Tasikmalaya sebenarnya tak punya banyak pilihan.

Jika mau bertahan, mereka harus menguasai dua keterampilan: menambah stok kesabaran, dan belajar menari-nari.

Menari di antara kepentingan, di antara sinyal yang tak pernah diucapkan, dan di antara keputusan yang tidak pernah diumumkan.

Baca Juga:Konvoi Dadakan, Ribuan Warga Kota Tasikmalaya Sambut Kemenangan Persikotas di Liga 4 Seri 1 Jawa BaratPetarung Kota Tasik Mengguncang Tangerang, Atlet Pertina Boyong Emas Kejurnas!

Menari mengikuti irama yang bukan mereka ciptakan, namun tetap harus mereka ikuti jika tidak ingin terlempar dari panggung.

“Di sini, bukan yang paling vokal yang menang. Tapi yang paling pandai membaca ritme,” ujar seorang mantan anggota DPRD yang kini memilih diam.

Politisi baru yang datang dengan semangat dan idealisme biasanya cepat sadar bahwa Tasikmalaya punya sistem orbitnya sendiri.

Bukan tentang kecakapan politik saja, tapi juga tentang kesediaan untuk menunggu giliran, meskipun giliran itu mungkin tak pernah tiba.

Dalam catatan publik, Tasikmalaya tetap menjalankan ritual demokrasi: pemilu, musda, muscab, rapat pleno, dan konferensi pers. Semua prosedur terlihat rapi. Semua aturan tampak dipatuhi.

Namun seperti bayangan yang mengikuti tubuh, Politik Bambu Apus berjalan berdampingan dengan proses formal itu —kadang menyatu, kadang mendahului, kadang malah mengubah arah sepenuhnya.

Yang membuat publik semakin heran adalah satu hal: mengapa suara demokrasi sering kalah dari suara yang bahkan tidak terdengar?

Baca Juga:Tak Biasanya, Endang Juta Tak Kenakan Rompi Merah Saat Sidang Kelima di Pengadilan Negeri BandungOrang Ciamis Jadi Sekda DKI Jakarta, Uus Kuswanto Beri Bukti Figur Daerah bisa Manggung di Nasional!

Politik Bambu Apus menunjukkan bahwa kekuasaan sesungguhnya tidak selalu berada di podium, tidak selalu mengenakan jas, dan tidak selalu masuk koran.

Kadang, ia tinggal di balik tirai. Kadang, ia hanya gesekan kecil yang mengubah langkah banyak orang sekaligus.

Dan para politisi Tasikmalaya? Mereka terus menunggu, menyesuaikan langkah, mengatur napas.

Karena dalam panggung demokrasi yang penuh warna ini, yang menentukan arah justru yang tidak tampak dalam foto. (red)

0 Komentar