TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Di balik bangunan reyot berlantaikan tanah dan atap yang bolong, berdirilah Yayasan Mutiara Titipan Illahi (Yamu’ti). Letaknya di Jalan HJ Sobandi, Kampung Rahayu 2, RT 02 RW 05, Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya. Rumah itu bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi menjadi tempat berlindung, bertumbuh, dan berharap bagi puluhan anak-anak yatim, dhuafa, jompo, bahkan bayi yang tak lagi memiliki siapa-siapa.
Yayasan ini dipimpin oleh Irma, seorang perempuan yang bersama suaminya, H Abdurahman, memulai perjuangan kemanusiaan ini sejak tahun 2019. Keduanya menerima siapa pun yang datang dengan tulus—bukan karena mampu secara materi, tetapi karena merasa terpanggil secara hati.
“Kami tidak punya apa-apa, tapi kami punya rasa peduli. Kami pernah berada di titik terendah, tahu rasanya ditolak, ditinggal, dan kesepian. Maka kami tidak ingin ada orang lain merasakan hal yang sama. Siapa pun yang datang, kami peluk tanpa syarat,” tutur Irma, Sabtu (31/5/2025).
Kondisi Rumah yang Tak Layak Huni
Baca Juga:Tahun Moncer Anak Tokoh NUUsulan Pengisian Jabatan Kosong Pemkot Tasikmalaya Mentah Lagi-Mentah Lagi, DPRD Sarankan Ditelusuri!
Namun di balik kehangatan itu, rumah Yamu’ti menyimpan cerita getir. Kondisinya sangat jauh dari kata layak untuk ditinggali, apalagi bagi anak-anak dan bayi.
Lantai masih tanah, tak beralas ubin atau semen. Saat hujan turun, air seringkali menggenang dan membuat rumah becek serta licin. Atap banyak yang bolong, menyebabkan rumah kerap bocor dari berbagai sisi. Anak-anak harus berlindung dari tetesan air hujan dengan ember atau plastik seadanya.
Kendaraan operasional yang biasa digunakan untuk menjemput anak sekolah sudah rusak dan tak bisa digunakan lagi Ruang tidur sempit dan tidak berventilasi baik, membuat anak-anak berdesakan dan kepanasan saat malam hari. Fasilitas bayi dan balita sangat terbatas, mulai dari popok, susu, hingga tempat tidur bayi.
“Kami berusaha menutup atap dengan terpal kalau hujan. Tapi sering kali tidak cukup. Kadang anak-anak kedinginan, dan kami cuma bisa peluk mereka sambil berdoa,” ujar Irma.
Puluhan Anak dan Bayi Disantuni
Saat ini, Yamu’ti membina sekitar 65 anak secara rutin, sementara ratusan lainnya menjadi binaan tidak tetap—termasuk yang tidak terdata namun tetap disantuni. Mereka berasal dari latar belakang yang sangat sulit, banyak di antaranya ditinggalkan atau diantar oleh orang tuanya yang tak sanggup lagi mengurus.