BANJAR, RADARTASIK.ID – Pemerintah Kota Banjar kembali menerima penghargaan Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun Anggaran 2024.
Secara administratif, penghargaan ke-16 kali berturut-turut ini mencerminkan kepatuhan terhadap standar pelaporan keuangan, sekaligus menjadi pencapaian tersendiri bagi birokrasi daerah.
Namun, di balik prestasi yang semestinya menjadi kebanggaan tersebut, publik justru dihadapkan pada realitas yang kontras.
Baca Juga:Pemkot Banjar Raih Opini WTP ke-16 Secara Berturut-turut, Terbanyak se-Jawa BaratSoal Penahanan Ijazah Warga Banjar, Perusahaan di Cirebon Janji Akan Mengembalikannya usai Didatangi Disnaker
Sekretaris Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kota Banjar, Irwan Herwanto, menyampaikan pandangannya bahwa pencapaian administratif tersebut seolah menjadi tirai penutup terhadap kasus-kasus korupsi yang belum terselesaikan.
Ia menilai, penghargaan opini WTP tidak serta merta mencerminkan kebersihan dalam praktik pengelolaan keuangan secara substansial.
”Penghargaan WTP ini seolah menutupi bau korupsi yang kian membusuk,” ucapnya, Jumat, 30 Mei 2025.
Irwan menggarisbawahi, opini WTP hanyalah penilaian teknis atas kesesuaian laporan, bukan jaminan bahwa tidak ada praktik koruptif di baliknya.
Ia menyoroti kasus dugaan korupsi tunjangan perumahan dan transportasi anggota DPRD Kota Banjar periode 2017-2021, yang hingga kini belum menemui kejelasan hukum.
Menurutnya, hal tersebut justru menimbulkan pertanyaan serius dari masyarakat mengenai konsistensi antara citra administratif dan kondisi nyata di lapangan.
Kasus yang ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Banjar ini telah menetapkan dua orang sebagai tersangka, yakni DRK (Dadan R Kalyubi) selaku Ketua DPRD Kota Banjar serta mantan Sekretaris Dewan berinisial R (Ir Hj Rachmawati MP).
Nilai kerugian negara dalam kasus ini diperkirakan mencapai Rp 3,5 miliar.
Baca Juga:Ijazah Mantan Karyawan di Kota Banjar Ditahan Perusahaan, Apa yang Akan Dilakukan Disnaker?Bencana Banjir dan Longsor di Kota Banjar: Puluhan Rumah Terendam, yang di Lereng Terancam
Meski sudah menjadi perhatian publik, proses hukumnya masih dinilai berjalan di tempat tanpa transparansi yang memadai.
Irwan juga menyebut bahwa kondisi tersebut menunjukkan ironi dalam birokrasi lokal.
Di atas kertas, laporan keuangan mungkin terlihat sempurna, namun kenyataannya, masyarakat justru menjadi pihak yang paling dirugikan.
Ia menilai, alih-alih menjadi simbol integritas, Opini WTP kini cenderung dijadikan tameng untuk meredam kritik terhadap buruknya tata kelola anggaran.
Pemerintah daerah dinilai berhasil mencetak prestasi formal dari satu sisi, namun pada saat yang sama, membiarkan sisi lain—yakni penegakan hukum dan pengelolaan anggaran—terjerumus dalam ketidakjelasan.