TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Seorang pemimpin dituntut untuk bisa bersikap tegas untuk memperbaiki kekeliruan. Namun ketegasan itu bukan berarti dengan marah-marah yang cenderung pada emosional.
Kemarahan Wakil Wali Kota Tasikmalaya Diky Candra kepada para pimpinan OPD dinilai sebagai sikap yang kurang pas sebagai seorang pemimpin. Terlebih kemarahan tersebut bisa memicu respons yang negatif dari pejabat terkait.
Aktivis Islam Tasikmalaya Ustaz Iri Syamsuri menyesalkan sikap marah Dicky Candra terhadap pejabat eselon 2. Karena menurutnya kemarahan tersebut sebagai bentuk sikap yang tidak profesional. “Pemimpin yang profesional itu kan bergerak dengan aturan, kalau memang ada yang salah ya disikapi sesuai dengan aturan, bukan marah-marah,” ungkapnya kepada Radar, Minggu (4/5/2025).
Baca Juga:Sesuai Peruntukan Gak? Aktivis Islam Soroti Dana Hibah Rp 45 Miliar ke Yayasan Milik Mantan Wagub JabarMinimarket di Kota Tasikmalaya Beroperasi di Bangunan Tak Berizin, Berdiri di Lahan Sawah Dilindungi
Sikap itu juga bisa menurunkan wibawa seorang pemimpin di mata bawahannya, dalam hal ini para pegawai. Karena bisa memicu stigma bahwa Diky Candra merupakan pemimpin yang emosional. “Kan beda antara tegas dan emosional, kalau marah-marah ya emosional,” katanya.
Dia melihat indikasi kemarahan Diky Candra sebagai bentuk ketidakmampuan dalam mengelola birokrasi. Sehingga berimbas pada luapan emosi atau kemarahan kepada pejabat yang dia pimpin. “Mungkin karena sadar upayanya tidak memberikan hasil yang sesuai harapan, pada akhirnya marah-marah,” terangnya.
Dari kaca mata agama pun, lanjut Ustaz Iri, kemarahan itu cenderung akan menimbulkan hal negatif. Maka dari umat muslim tidak boleh mengambil tindakan dalam kondisi marah. “Jangan sampai mengambil tindakan dalam kondisi marah,” ucapnya.
Apalagi jika berbicara birokrasi yang merupakan bergerak menggunakan sistem, sehingga kurang pantas jika tercampur oleh emosional. Karena birokrasi diatur oleh sebuah aturan yang menjadi acuan. “Kalau ada kesalahan ya berikan teguran atau sanksi sesuai aturan, bukan dengan marah-marah,” ucapnya.
Lain cerita ketika membangun hubungan emosional secara positif antara pimpinan dan sesama pegawai. Di mana masing-masing bisa saling menghargai dan menghormati serta bekerja sama membangun birokrasi yang baik. “Itu pun urusannya lebih kepada personal, bukan sebagai pejabat,” katanya.