Aspek kedua untuk menakar Pemilu 2024 adalah dengan melihat model Pemilu. Sudah diputuskan bahwa Pemilu di Indonesia, bulan Februari, akan menggunakan model lima kotak –memilih Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota- dan selanjutnya, bulan November, akan memilih kepala daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota. Jeda waktu yang hanya sembilan bulan ini tentunya akan menimbulkan beberapa tantangan bagi penyelenggara Pemilu. Misalnya, jika di Pemilu bulan Februari ada sengketa, maka harus diselesaikan dengan secepat mungkin mengingat beberapa waktu kedepannya akan segera dilaksanakan Pilkada. Kalau tidak maka beban kerja penyelenggara Pemilu akan menumpuk di Pilkada berikutnya. Kalau melihat keputusan MK No 55 tahun 2019, maka model Pemilu yang ditawarkan oleh MK ada 6 model.
Pertama, Pemilu serentak Presiden-Wakil Presiden, DPR, DPD, anggota DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota, Pemilihan Gubernur dan Bupati/Wali Kota (7 kotak). Kedua, Pemilu serentak Presiden-Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota (5 Kotak). Ketiga, Pemilu serentak Presiden-Wakil Presiden, DPR, DPD, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota. Keempat, Pemilu serentak untuk memilih Presiden, DPR, DPD. Selang beberapa waktu kemudian dilaksanakan Pemilu serentak lokal untuk memilih anggota DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, Gubernur, dan Bupati/Wali Kota. Kelima, Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden-Wakil Presiden, selang beberapa waktu setelahnya dilaksanakan Pemilu serentak Provinsi untuk memilih anggota DPRD Provinsi dan memilih Gubernur, kemudian selang beberapa waktu lagi dilaksanakan Pemilu serentak Kabupaten/Kota untuk memilih anggota DPRD Kabupaten/Kota dan memilih Bupati/Wali Kota. Keenam, Pemilu serentak jenis lain sepanjang Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, dan Presiden-Wakil Presiden digelar bersamaan. Pilihan KPU untuk Pemilu 2024 adalah dengan menggunakan 5 kotak, jeda waktu kemudian dilaksanakan Pilkada. Catatan penting dari praktik Pemilu ini adalah “beban kerja” yang tinggi bagi penyelenggara Pemilu, terutama KPPS.
Dengan melihat 2 aspek yang telah dijelaskan di atas maka catatan penting yang perlu dikemukakan adalah: Pemilu 2024 akan tetap memproduksi multipartai yang ekstrem mengingat regulasi yang digunakan masih tetap sama, cita-cita untuk menyederhanakan partai akan tetap sulit dicapai. Kedua,-mudah-mudahan ini tidak terjadi- akan banyak penyelenggara Pemilu yang mengalami nasib yang sama dengan Pemilu 2019 lalu, karena beban kerja yang tinggi. Poin ketiga, pesta demokrasi tersebut akan benar-benar menjadi pestanya rakyat dengan banyak mendapatkan “bantuan” keuangan dari para calon wakil rakyat.