Terbebas dari Kelas Penguasa dan Oligarki

Terbebas dari Kelas Penguasa dan Oligarki
BERPOSE. Para mahasiswa berpose di Laboratorium Ilmu Politik Fisip Unsil saat mengikuti Ngaji Politik pada Kamis lalu. Foto: Istimewa
0 Komentar

Melihat gerak sejarah bangsa Indonesia sejak zaman Soekarno sampai Joko Widodo hari ini kita akan dapati bahwa kapitalisme ekonomi tetap menjadi mesin yang efektif dalam menggalang kekuatan massa. Para oligark ini melakukan kerja sama dengan kelas penguasa yang merupakan aktor utama dalam proses bernegara. Bagaimana sejak zaman Soekarno kapitalisme bisa memainkan peran signifikan dalam politik Indonesia waktu itu.

Memasuki Orde Baru—Soeharto—kapitalisme menjadi semakin kuat dan mengakar dalam lingkaran kekuasaan bangsa Indonesia dan menjadi andalan utama rezim waktu itu untuk menggalang dukungan masyarakat dan untuk menumbuhkan tingkat ekonomi negara. Bagaimana saat itu para oligark berlomba mendekat kepada kelas penguasa dan begitu juga sebaliknya, kelas penguasa memerlukan modal dari para kaum oligark, sehingga di sini terjadi simbiosis mutualisme antara pemilik kuasa dan pemilik modal.

Sejarah terulang kembali. Saat ini Indonesia mengalami apa yang pernah dialaminaya saat itu, kolaborasi intens antara kelas penguasa dengan pemilik modal terjadi lagi dalam praktik politik Indonesia. Kolaborasi yang intim ini kemudian melahirkan para oligark-oligark baru di pusat maupun di daerah. Di pusat para kapitalis berlomba memasuki partai politik bahkan mendidirkan partai politik. Di daerah para oligark ini memainkan peran besar dalam proses demokrasi baik dalam pilkades, pilkada, maupun pilpres.

Baca Juga:Partai NU & Politik Presiden SoekarnoKarnaval Membentuk Profil Pelajar Pancasila

Proses demokrasi yang bertitik tumpu didaerah ini—sebagai akibat adanya desentralisasi dan dekonsentrasi—dimanfaatkan dengan maksimal oleh para pemilik modal/kapitalis ini untuk meraih kekuasaan sebesar-besarnya. Kekuasaan mereka semakin kokoh karena instrumen lain yang mereka gunakan, dominasi dan hegemoni.

Untuk tetap melanggengkan kekuasaan dari kelompok dominan ini, maka hegemoni yang mereka lakukan diterapkan lewat dua perangkat: perangkat keras dan perangkat lunak. Untuk yang pertama, perangkat keras, kelas penguasa atau negara melakukan dengan cara-cara refresif, seperti tentara, polisi, hukum, dan ancaman-ancaman. Inilah yang kemudian oleh Gramsci dinamakan dominasi.

Sedangkan perangkat yang kedua, perangkat lunak, kelas penguasa atau negara menerapkannya lewat jalur kebudayaan, pendidikan, ajakan, atau imbauan. Sifat dari hegemoni yang halus dalam menguasai, yang menyebabkan masyarakat tidak merasa terkuasai oleh satu ideologi tertentu. Dengan hegemoni, rakyat miskin akan merasa baik-baik saja karena dilenakan oleh narasi-narasi besar yang dibuat oleh kelas penguasa/negara seperti slogan: Menuju Masyarakat Adil Makmur, Menuju Masyarakat Madani. Sementara pada kenyataannya masyarakat tetap terbelakang, bodoh, miskin dan tereksploitasi.

0 Komentar