Sinergi Cegah Bullying, Sebanyak 58 SMP di Tasik Utara Kerja Sama dengan KPAID Kabupaten Tasikmalaya

Sinergi Cegal Bullying
Sebanyak 58 SMP di Tasik Utara bekerja sama dengan KPAID Kabupaten Tasikmalaya dalam rangka pencegahan bullying, Selasa 10 Oktober 2023. (Foto/Robi)
0 Komentar

Sejauh ini, kata Ato, tercatat sebanyak 37 sekolah yang telah bekerja sama dengan KPAID. Namun, sosialisasi di sekolah masih banyak menganut asal kerjasama saja, tindaklanjutnya tidak ada.

Padahal, bullying itu pola penyelesaiannya berulang kepada sekolah. Sepanjang bullying itu masih dijadikan seremoni, maka tidak akan tuntas. Menurutnya, ketika merespons bullying itu bagaimana dari kepala sekolahnya, sungguh-sungguh ataukah hanya seremoni saja menganggap seperti itu hal biasa.

“Jadi pergaulan anak-anak harus terjelajah bagaimana bisa mendeteksi pergaulannya di hari ini, di dunia nyata atau pun di dunia maya sekali pun. Sebab saat ini, anak-anak memiliki dua dunia. Kalau kelahiran tahun 60 dan 70 hanya punya satu dunia, yaitu dunia nyata. Tapi generasi sekarang itu ada generasi Z, ada dunia nyata dan dunia maya,” kata dia terkait sinergi cegah bullying.

Baca Juga:Kabupaten Tasikmalaya Rawan Bencana, Tagana Siapkan Tim Rescue Tangguh dengan Melaksanakan DiklatsarKeracunan Sate Gibrig, Dua Orang Meninggal dari Kabupaten Tasikmalaya dan Garut

Generasi Z ini, kata Ato, memiliki kecepatan menyerap informasi terkadang menjadi konflik antara anak dan orang tua. Maka perlu dipahami apa itu bullying. Potensi bullying itu terjadi di dalam tiga kelompok. Pertama keluarga, yang artinya ada di dalam rumah. Bisa jadi orang tua tidak paham, bisa saja menjadi pelaku bullying.

Pangkal persoalannya, dari pola asuh. Jangan-jangan orang tua menjadi pelaku bullying, kemudian terjadi di lingkungan keluarga. Ketika anak dibentak itu disebut bullying, sering menyakiti anak itu juga termasuk prilaku bullying.

Tanpa disadari memnbanding-bandingkan anak sendiri dengan anak saudara lainnya bahkan tetangga juga itu termasuk bullying. Selanjutnya, kelompok kedua terjadi di lingkungan sekolah. Pelakunya bisa teman-temannya, bisa gurunya. Teman-teman ketika sepatu jelek dibicarakan. Sering menyebut nama orang tua atau mengejek itu masuk bullying.

Kemudian kelompok ketiga potensi terjadi di lingkunga bermain anak-anak. Ketika dengan teman-temannya terjadi perlikau silih ejek, silih dorong dan lainnya menjurus kepada prilaku bullying.

“Dalam pandangan kami bagaimana memerankan komitnen itu secara maksimal. Sebab, bullying tidak bisa hanya dituntaskan oleh pemerintah saja, melainkan para guru pendidik, ornag tua, KPAID dan juga yang lainnya,” tegas Ato terkait sinergi cegah bullying.

0 Komentar