Ramadan, Ibadah Tak Lagi Berjarak, Covid-19 Landai

Ramadan, Ibadah Tak Lagi Berjarak, Covid-19 Landai
RANGGA JATNIKA/RADAR TASIKMALAYA SALAT TARAWIH. Pelaksanaan Salat Tarawih pertama di Masjid Agung Kota Tasikmalaya pada Ramadan 1442 hijriah tahun lalu di mana para jemaah harus menjaga jarak untuk mencegah penyebaran Covid-19. Ramadan 2022, para jemaah bisa merapatkan kembali saf salatnya.
0 Komentar

Ketua Lembaga Seni Budaya dan Peradaban Islam (LSBPI) MUI, Habiburrahman El-Shirazy, berharap tayangan televisi khususnya saat Ramadan tidak bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa.

Dia mengatakan, hal ini tidak terlepas dari kebudayaan bangsa Indonesia yang semestinya kebudayaan yang berketuhanan Yang Maha Esa yang memiliki pakem dan prinsip sesuai dengan keyakinannya.

”Kalau yang Muslim, tentu dan semestinya gerak-gerak kebudayaan apakah itu produk kebudayaan ataupun artikulasi kebudayaan tidak terlepas dari ketuhanan Yang Maha Esa ada nilai tauhid di situ, atau tidak bertentangan dengan nilai-nilai tauhid. Itu juga semestinya yang ditayangkan di televisi, tidak bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan Yang Maha Esa, nilai-nilai tauhid bagi seorang Muslim,” ujarnya dikutip Radar Tasikmalaya dari situs resmi MUI.

Baca Juga:WASPADA! Kaum Homo Kota Tasikmalaya Incar BocahMobil Dinas Terpental 10 Meter Lebih

Menurut Habiburrahman, hal ini sangat penting untuk ditekankan, mengingat bahwa televisi bukan hanya menjadi tempat menyampaikan informasi, melainkan sebagai media untuk entertaint atau hiburan.

Selain itu, dia juga menyarankan agar televisi memiliki saringan agar tayangannya tidak bertentengan dengan nilai ketuhanan Yang Maha Esa.

”Kebudayaan yang seharusnya menjadi karakteristik, yang dipakai bersama di tengah masyarakat kita adalah kebudayaan yang berprikemanusian yang adil dan beradab. Artinya kebudayaan yang kita tampilkan secara tidak langsung menjadi penganjur kebudayaan sesungguhnya secara otomatis,” tuturnya.

Kang Abik—sapaan akrabnya—menjelaskan tayangan di televisi yang disaksikan oleh anak-anak khususnya, akan menjadi bahan untuk ditiru. Untuk itu, tayangan di televisi harus menjaga sisi kemanusiaan secara utuh.

“Di sini kami sangat berharap, pihak televisi memperhatikan masalah misalnya, mohon maaf, kami melihat di televisi masih sering baik itu lawakan atau apapun bentuknya misalnya aktor atau pelawak yang ke bencong-bencongan, yang tidak jelas seperti itu menurut saya perlu ditertibkan supaya tidak ditiru oleh banyak orang,” tuturnya.

Kang Abik menegaskan, bahwa hal tersebut bukan berarti tidak menghargai orang lain. Akan tetapi, mendorong agar budaya yang ada di tengah masyarakat menjadi budaya yang benar-benar sehat.
”Saya sangat berharap tampilan yang ada di televisi apapun itu bentuknya terutama yang berkaitan dengan seni, kebudayaan, kami sangat berharap yang mencerminkan tauhid, mempertahankan nilai kemanusian yang lurus, adil dan beradab, juga tentu yang menjaga persatuan Indonesia,” harapnya.

0 Komentar