Indonesia Mulai Masuk Kemarau, Kekeringan Diprediksi Terjadi Sampai September

Peta indeks paparan sinar uv atau sinar ultraviolet sebagai tanda masuk kemarau
Peta indeks paparan sinar uv atau sinar ultra violet. BMKG
0 Komentar

JAKARTA, RADARTASIK.ID – Sebagian wilayah Indonesia sudah mulai memasuki musim kemarau. Sebab itu udara akhir-akhir udara juga mulai terasa lebih kering dan panas. Hal itu disampaikan Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam live streaming salah satu acara di Instagram.

“Ini bukan gelombang panas, tapi perlu dipahami sebagian wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau. Pembentukan awan hujan mulai berkurang, sehinga tutupan awan yang menghalau sinar matahari ke bumi juga kurang (matahari jdi terasa lebih panas) dan udaranya memang jadi lebih kering,” ujarnya.

Ia menerangkan kondisi udara yang lebih kering ini menurut penelitian BMKG kemungkinan akan terjadi sampai bulan September atau November 2023. Ia kembali menegaskan bahwa yang terjadi di Indonesia bukan gelombang panas. Heatwave atau gelombang panas hanya terjadi di negara-negara yang wilayahnya berada pada bagian selatan khatulistiwa. Sedangkan Indonesia berada di khatulistiwa.

Baca Juga:811.185 Kendaraan Melintasi Ciamis Sejak H-7 Sampai H+3Mudik Tahun Ini Bikin Sedih Pedagang, Terminal Tipe A Indihiang Lowong Sementara Pol Bis Ramai

“Yang terjadi di kita ini bukan gelombang panas ya. Karena kalau gelombang panas itu terjadi akibat peningkatan suhu di wilayah kontinental (dengan daratan lebih luas) atau sub-kontinen) sementara indonesia ini kepulauan,” jelasnya.

Potensi Kemarau di Indonesia

Menurut Dwikorita potensi terjadinya kekeringan di Indonesia sangat besar. Hal ini juga merupakan hal lazim dan terjadi setiap tahun. Untuk itu masyarakat juga dihimbau menampung air pada tandon-tandon penampung untuk mengantisipasi hal ini.

“Semakin lama pembentukan awan hujan semakin berkurang. Artinya curah hujan sudah semakin menurun,” tuturnya.

BMKG telah menyiapkan sejumlah langkah sebagai antisipasi kekeringan panjang. Salah satunya akan melakukan modifikasi cuaca agar lahan-lahan gambut tetap bisa terbasahi dan mencegah berbagai bencana lain yang disebabkan musim kemarau ekstrem.

“Semakin lama awan hujan semakin menipis. Kita akan manfaatkan awan hujan yang tersisa iuntuk modifikasi cuaca, untuk memenuhi kebutuhan air diwaduk dan membasahi lahan gambut. Sehingga potensi bahaya akibat kekeringan bisa dikurangi,” katanya lagi.

0 Komentar