Bubble Alfonso

Bubble Alfonso
Dahlan ISkan
0 Komentar

Perhatikan juga gaya tulisan rekan kita itu. Kian bagus. Kian men-disway:

***

Seminggu terakhir suhu di Taiwan mulai sejuk. Dibandingkan akhir Agustus lalu. Lepas libur Pertengahan Musim Gugur ini, matahari mulai bergerak terus ke selatan khatulistiwa. Menjauhi Taiwan. Hanya di Selat Taiwan yang masih ”panas”. Situasi politiknya.

Saya terima banyak WA, ”Gimana, katanya Taiwan mau perang?” Saya langsung arahin HP ke langit sambil video via WA, ”Aman, ga ada pesawat tempur di langit.”

Baca Juga:Di Kontrak Harga Lama, Di Lapangan Harga BaruPelaksana dan Pengawas Disemprot

Menurut teman-teman lokal di Taiwan—para narasumber yang saya percaya—Tiongkok tidak mau menyerang Taiwan. Taiwan menghasilkan 60 persen produksi semikonduktor dunia. Jika dikecilkan lagi menjadi produksi chip ukuran 5 nanometer ke bawah, Taiwan mengendalikan 80 persen produksi dunia. Nomor 1 di dunia.

Tiongkok butuh chip Taiwan untuk teknologi masa depan mereka. Tiongkok butuh banyak chip. Saya jadi teringat salah satu cuplikan di film Armageddon (1998), ”American components, Russian components, all made in Taiwan.”

Pun 2 minggu lalu saya menghadiri pameran terbesar semikonduktor, Semicon Taiwan 2022. Banyak juga perusahaan asal Tiongkok, Korsel, Jepang, dan Eropa yang menghadirkan booth di pameran canggih itu. Taiwan ini kecil-kecil cabai rawit.

Dan di Taiwan juga banyak orang Tiongkok daratan yang tinggal di sini. Entah berbisnis atau menikah dengan orang Taiwan. Hanya logat mereka yang sering jadi pembeda dengan orang Taiwan. Sama-sama Tionghoa sudah campur aduk dari leluhurnya sejak zaman Kuomintang dan Partai Komunis bertikai.

Perang akan membunuh keluarga mereka sendiri. Belakangan Tiongkok yang satunya lagi, yaitu Hong Kong, sering terjadi huru-hara dan ketidakpuasan rakyatnya terhadap pemerintahnya. Imbasnya, orang Hong Kong mulai banyak yang pindah ke Taiwan. Walau daratan Hong Kong lebih nempel ke Tiongkok, tapi Hong Kong merasa lebih klop dengan Taiwan. Tulisannya, demokrasinya, kebebasan internetnya, kebebasan bicaranya, dan sebagainya. Merasa senasib, walau beda sejarah.

Kehidupan di Taiwan masih ramai. Normal seperti biasa. Infiltrasi Tiongkok beberapa waktu lalu dianggap enteng oleh mayoritas rakyat Taiwan. ”Hidup kan harus tetap bergulir,” kata mereka. Banyak restoran yang masih buka seperti 2,5 tahun lalu. Jangan khawatir kehausan dan kelaparan di Taiwan. Bahkan banyak restoran yang lantai bawah dan atasnya beda pemilik, beda nama restoran. Sampai ada restoran yang di bawah tanah. Persaingan begitu ketat. Saya jarang menjumpai restoran yang kosong pengunjung. Daya beli warganya tinggi, termasuk anak-anak mudanya.

0 Komentar