TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Suatu pagi di Gedung Sekretariat Daerah Kabupaten Tasikmalaya. Deretan meja staf masih sibuk, telepon berdering, dan berkas surat keluar-masuk menumpuk.
Tapi di ruangan yang biasanya menjadi pusat koordinasi pemerintahan —ruang sekretaris daerah (sekda) suasana justru berbeda. Kursinya rapi, mejanya bersih, dan tak banyak tamu yang datang.
Nama H Mohamad Zen, Sekretaris Daerah Kabupaten Tasikmalaya kini jarang terdengar dalam pembicaraan penting di lingkungan pemerintahan.
Baca Juga:Digaransi Kerja Kerja ke Jepang, Puluhan Peserta Daikokuten School Kota Tasikmalaya Ikuti PelatihanSkandal Tunjangan Ganda Pejabat di Kabupaten Tasikmalaya Terkuak!
Ia masih menjabat secara resmi, tetapi jarang terlihat memberi arahan, menandatangani kebijakan, atau memimpin rapat besar.
“Beliau masih aktif, tapi perannya terbatas,” ujar salah satu pejabat eselon IIII yang enggan disebutkan namanya.
“Sejak Bupati Cecep- Asep menjabat, keputusan-keputusan strategis lebih banyak ditangani langsung oleh lingkaran bupati dan tim khususnya.” ungkapnya.
Padahal, dalam sistem pemerintahan daerah, sekda adalah motor birokrasi —penghubung antara kepala daerah dan seluruh perangkat organisasi pemerintahan. Tapi di Kabupaten Tasikmalaya, mesin itu seperti berjalan tanpa roda utama.
Beberapa sumber menyebut, perubahan gaya kepemimpinan pasca transisi dari penjabat ke bupati definitif membuat posisi sekda terpinggirkan. Banyak rapat penting tak lagi melibatkan Sekda Zen.
Bahkan, urusan mutasi, anggaran, hingga pembahasan program strategis kabupaten sering kali dilakukan tanpa sepengetahuannya.
“Bupati sepertinya punya tim sendiri. Sekda hanya sebatas simbol administrasi,” kata seorang ASN senior di Setda.
Baca Juga:Desak Tangkap Bos Tambang, Warga Cineam Kabupaten Tasikmalaya Laporkan Tambang Emas Ilegal ke Polda JabarFenomena Kebal Mutasi di Tubuh BKPSDM Kota Tasikmalaya: Selalu Aman di Tengah Badai Rotasi!
Padahal, jabatan Zen bukan sembarang jabatan. Ia adalah birokrat senior yang pernah ikut membangun sistem pelayanan publik dan menyusun reformasi birokrasi di masa-masa sebelumnya. Namun kini, kewenangan itu perlahan hilang, seolah dikebiri tanpa penjelasan resmi.
Di sisi lain, anggaran besar masih digelontorkan untuk struktur sekretariat daerah—dari operasional hingga tunjangan jabatan. Ironis, bila fungsi koordinasi pemerintahan justru tak berjalan karena ego kekuasaan di lingkaran elite.
Kini Publik mulai bertanya-tanya: apa gunanya punya sekda jika tak diberi ruang untuk bekerja?
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran lebih luas —tentang bagaimana arah birokrasi di Kabupaten Tasikmalaya dikelola. Tanpa peran sekda, koordinasi lintas dinas bisa timpang.
