RADARTASIK.ID – Mantan bek Inter Milan sekaligus juara dunia 2006, Marco Materazzi, kembali mencuri perhatian publik dengan komentarnya yang berani.
Dalam acara “AperiTotti”, program baru Betsson.Sport yang dipandu oleh jurnalis Pierluigi Pardo, Materazzi berbicara panjang lebar tentang momen-momen penting dalam kariernya, mulai dari duel melawan Ronaldo, kekecewaan terbesar di Serie A, hingga pengakuannya soal bek terbaik sepanjang masa.
Meski dikenal sebagai salah satu bek paling keras di eranya, Materazzi mengakui ada satu pemain yang benar-benar membuatnya kesulitan, yakni Ronaldo Nazário.
Baca Juga:Pacar Theo Hernandez Beri Sinyal Kembali ke AC Milan: “Ada Tempat yang Selalu Menjadi Rumah”AC Milan Jajaki Barter Pemain dengan Juventus: Santiago Gimenez Tukar Jonathan David
“Dalam latihan, setiap kali Ronaldo memegang bola, saya langsung berbalik dan memanggil Cordoba, lalu bilang: ‘Kamu saja yang maju!’” ujarnya sambil tertawa.
“Ronaldo luar biasa. Dalam situasi satu lawan satu, tak ada bek yang bisa menghentikannya tanpa melanggar,” lanjutnya.
Pernyataan itu menggambarkan betapa besar rasa hormat Materazzi kepada mantan rekan setimnya di Inter tersebut.
Bagi banyak penggemar Serie A, duel mereka di lapangan latihan menjadi legenda kecil tersendiri dalam sejarah klub.
Salah satu bagian paling menarik dalam wawancara itu datang ketika Materazzi diminta menyebut bek terbaik yang pernah ia saksikan. Tanpa ragu, ia menjawab: Alessandro Nesta.
“Untuk generasi saya, Nesta adalah bek terbaik sepanjang masa,” kata Materazzi.
“Menurut saya, dia bahkan lebih baik daripada Maldini dan Baresi. Saya penggemarnya sejak lama. Ketika saya harus menggantikannya di Piala Dunia 2006, saya terus berharap sampai akhir bahwa dia bisa pulih dan kembali bermain,” ungkapnya.
Baca Juga:Fans Sindir AC Milan dan Inter yang Berebut Hak Penamaan Stadion Baru di San SiroTiga Alasan Bartesaghi Layak Jadi Starter AC Milan dalam Derby della Madonnina
Pujian Materazzi bukan tanpa alasan. Nesta dikenal sebagai bek yang komplet, tenang, elegan, dan cerdas dalam membaca permainan.
Ia menjadi simbol pertahanan modern Italia, berbeda dengan gaya keras dan konfrontatif yang melekat pada banyak bek Serie A di masa itu, termasuk Materazzi sendiri.
Materazzi juga menyinggung salah satu momen paling menyakitkan dalam kariernya: kegagalan Inter Milan di 5 Mei 2002, ketika mereka kehilangan Scudetto di hari terakhir musim.
