TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Tasikmalaya memanggil Dewan Pimpinan Daerah Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (DPD LPM) Kabupaten Tasikmalaya untuk memberikan keterangan terkait laporan skandal dua distributor pupuk bersubsidi.
Laporan tersebut mencakup dugaan rekayasa administrasi, penggelapan kuota pupuk, dan pelanggaran terhadap hak petani.
Ketua DPD LPM Kabupaten Tasikmalaya, Dedi Supriadi, mengungkapkan bahwa pemanggilan tersebut berlangsung pada Selasa, 4 Maret 2025.
Baca Juga:Serunya Siswa SMAN 1 Kota Tasikmalaya Gebyarkan Ramadhan di Masjid Warga, Begini Aktivitas MerekaLady Gaga Bangkit Kembali, Album Mayhem Menandai Kembalinya Gairah Musiknya
Ia menjelaskan bahwa pemanggilan itu merupakan bentuk respons dari kejaksaan terhadap laporan yang sebelumnya telah disampaikan oleh pihaknya. ”Pihak kejaksaan minta penjelasan secara manual tentang laporan tersebut,” ujarnya kepada Radartasik.id baru-baru ini.
Dedi menjelaskan bahwa sebelumnya DPD LPM telah melaporkan beberapa dugaan pelanggaran ke kejaksaan.
Menurutnya, kejaksaan mungkin ingin memastikan objek yang tepat dalam kasus ini, sebab ada kekhawatiran bahwa pihak yang seharusnya bertanggung jawab tidak sesuai dengan yang dilaporkan.
Dedi menegaskan bahwa kasus tersebut jelas merupakan perbuatan distributor, meskipun seolah-olah kesalahan itu diarahkan kepada Kios Pupuk Lengkap (KPL).
Oleh karena itu, sebelum menindaklanjuti kasus ini lebih jauh, kejaksaan kemungkinan ingin memperoleh kejelasan terlebih dahulu.
Dalam pemaparannya, Dedi mengungkapkan bahwa pada akhir tahun 2022 terjadi transaksi pupuk dalam jumlah besar yang diduga dipaksakan oleh distributor kepada KPL.
Para distributor disebut menggunakan ancaman bahwa jika transaksi tidak dilakukan, maka kuota pupuk untuk tahun berikutnya akan dicabut.
Baca Juga:CDC Panggil 180 Karyawan yang Kena PHK Massal untuk Bekerja KembaliPHK Massal di AS Melonjak 245 Persen, Apa Dampak Kebijakan Trump pada Ekonomi?
Akibatnya, distributor meminta KPL untuk mengumpulkan kelompok tani (Poktan) dan mengambil data KTP mereka agar sisa pupuk atau kuota yang tersedia pada bulan tersebut dapat segera ditransaksikan.
Ia juga menambahkan bahwa rata-rata sebanyak 30 persen dari kuota pupuk di setiap KPL belum ditransaksikan pada saat itu.
Selain itu, pada tahun 2023 muncul dugaan penyalahgunaan sistem dalam aplikasi T-Puber, yang seharusnya hanya dapat diakses oleh KPL melalui username dan password pribadi.
Namun, Dedi mengungkapkan bahwa distributor diduga dapat mengakses sistem tersebut dan melakukan transaksi tanpa sepengetahuan KPL.
Ia juga menyoroti laporan bulanan yang harus dilakukan oleh KPL kepada distributor, yang dikenal sebagai F6.