TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Menjelang Pilkada Kota Tasikmalaya 2024, sejumlah kontestan mulai menggencarkan kampanye dengan menawarkan berbagai gagasan dan janji politik kepada publik. Namun, masyarakat diimbau untuk lebih berhati-hati dan berpikir rasional dalam menyikapi janji-janji yang ditawarkan para kandidat.
Pemerhati Kebijakan Politik Anggaran, Nandang Suherman, menegaskan bahwa banyak dari janji politik tersebut belum tentu dapat direalisasikan mengingat kemampuan anggaran daerah yang terbatas.
“Jika kita potret dari Realisasi APBD hasil audit BPK RI pada 7 tahun terakhir, yakni 2017-2023, tergambarkan keleluasaan ‘dompet’ wali kota kian fluktuatif dan cenderung menurun,” ujarnya kepada Radar, Rabu 11 September 2024.
Baca Juga:Hanifan Juara 1 Lomba Busana Kebaya Sinjang Tasik Batikan PASI!PD Persis Kota Tasikmalaya Gelar Musda ke-5: Kokohkan Kolaborasi dan Sinergi untuk Jihad Jami'yyah Berkelanjut
Nandang menjelaskan bahwa realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Tasikmalaya dalam tujuh tahun terakhir tidak pernah mencapai setengah triliun rupiah. Kondisi ini membuat sulit untuk membiayai janji-janji politik yang terlalu ambisius.
“Contohnya, sejak 2017, PAD di kisaran Rp 355 miliar, dengan alokasi Rp 108 miliar untuk Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP), Rp 111 miliar untuk BLUD RSUD dr Soekardjo (transitoris), dan sisanya Rp 136 miliar. Pada tahun 2023, PAD tercatat Rp 364 miliar, dengan Rp 163 miliar untuk TPP, Rp 167 miliar untuk transitoris RSUD, dan sisanya hanya Rp 35 miliar,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa belanja TPP terus meningkat setiap tahun, mengurangi keleluasaan kepala daerah untuk merealisasikan janji-janji politik.
“Jadi, ketika ada kandidat menjanjikan distribusi bantuan atau pemberdayaan dengan anggaran besar, pertanyaannya adalah dari mana uangnya?” lanjut Nandang.
Pengajar di Sekolah Politik Anggaran Perkumpulan Inisiatif itu juga mengingatkan bahwa janji-janji yang bersifat populis, seperti peningkatan program bantuan, berisiko tidak bisa direalisasikan.
“Merujuk PMK Nomor 64 Tahun 2023, Kota Tasik ini masuk kategori kapasitas fiskal rendah. Bahkan dibanding Kabupaten Tasikmalaya, kaitan keleluasaan dari PAD atau dalam artian, sisa uang wali kota, agak besar bupati. Padahal PAD besar kota, karena TPP di kabupaten relatif rendah,” kata Nandang.
Nandang juga mengimbau masyarakat untuk menelaah kebijakan skala nasional, di mana kebijakan populis presiden sering kali berkonsekuensi terhadap peningkatan hutang negara. Kondisi serupa juga terjadi di Kota Tasikmalaya, di mana kemampuan PAD yang tidak pernah menyentuh Rp 500 miliar membuat kepala daerah kesulitan menggulirkan program di luar kebutuhan utama.