Pria asal Desa Karangpawitan itu sempat merasa cemas, lantaran terdengar gemericik air dari bawah plafon rumah tetangga, tempat ia berdandan.
Setelah selesai merias wajah dan tubuhnya, pria yang mengenakan gaun selutut berwarna pink dipadukan dengan high heels itu mulai berlenggak-lenggok berjalan menuju lapangan upacara.
Peran waria ini, diungkap Engkus untuk mengingat peran perempuan di masa penjajahan.
Baca Juga:19 Mata Lomba Meriahkan Peringatan HUT RI ke-78 di Perum BMM Tamansari Kota TasikmalayaEspresso, Kekuatan dan Kelezatan dalam Sebatang Shot dan Cantiknya Crema
Ia menyinggung bahwa perempuan kerap dieksploitasi oleh penjajah, sebagai pelacur atau bahkan gundik.
Tak sendiri, waria ceria ini juga ditemani dengan seorang pemuda yang berlakon menjadi bayi stunting, dengan menaiki gerobak yang disulap menjadi kereta dorong untuk bayi.
Ia didandani bak bayi dengan hanya menggunakan popok dan topi kupluk khas.
Ide ini muncul dari seorang kader Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Karangpawitan, yang mengatakan bahwa fokus Keluarga Berencana salah satunya adalah menyetop kuantitas penyintas stunting.
âMestinya yang pendek dan kecil (bayinya) sebagai contoh Stunting, tapi tak apa ini cukup mengingatkan pada pembaca nanti di lapangan,â kata Ina Marliana.
Dilansir dari radartasik.id, data yang termuat dari aplikasi e-PPGBM diketahui jumlah kasus stunting di Pangandaran sebanyak 462 bayi dari 22.422 anak yang diukur. Jumlah ini memang menurun dari tahun sebelumnya, yang menembus angka 741.
Untuk merangkai historikal dari lakon itu, warga RT 7 RW 2 Desa Karangpawitan ini, juga menciptakan seorang suami yang memiliki dua istri disertai prahara rumah tangga tidak bahagia, sehingga menjadi salah satu faktor lahirnya bayi stunting.
Baca Juga:Upacara Peringatan HUT RI ke-78 di Kecamatan Tamansari Kota Tasikmalaya Dilaksanakan di Bawah Gerimis PagiPerbedaan Antara Kopi Robusta dan Arabika: Citarasa, Kandungan, dan Pilihan Selera Individu
Rombongan ini berjalan kaki dari Desa Karangpawitan pada pukul 07.30 WIB menuju Lapang Surawangsa, tempat upacara kemerdekaan digelar.
Sesampainya di lokasi langit tidak begitu cerah, hingga pada saat pengibaran bendera merah putih pada pukul 09.30 WIB, hujan pun turun. Meski begitu, peserta tetap berbaris menggunakan pelindung kepala.