TASIK, RADSIK – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan mengatur mekanisme sosialisasi calon peserta Pemilu 2024 sebelum dimulainya masa kampanye. Kebijakan tersebut mendapatkan komentar beragam dan menuai pro dan kontra di kalangan partai politik serta para kandidat yang akan tampil pada pesta demokrasi tersebut.
Ketua DPC PKB Kota Tasikmalaya H Wahid mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan dengan kebijakan tersebut. Menurutnya aturan itu sebatas mengatur waktu bagi kader menyosialisasikan diri sebagai peserta pemilu. “Yang kami tangkap, bahwa sosialisasi itu dilakukan setelah resmi masuk DCT (Daftar Calon Tetap),” ungkapnya kepada Radar, Rabu (28/12/2022).
Menurut dia, hal ini untuk menjaga kerugian materi dari kader yang berniat mencalonkan pada pemilu. Jangan sampai sudah habis-habisan menyosialisasikan diri ke publik namun tidak masuk DCT. “Kan yang menyosialisasikan diri dari awal belum tentu dianggap layak oleh parpol,” ucapnya.
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
Disinggung soal figur-figur yang mengekspose diri sebelum DCT, menurutnya tidak masalah ketika memang sudah percaya diri. Dengan catatan tidak menggunakan embel-embel calon apapun. “Kalau tidak pakai label calon kan bukan berarti sosialisasi untuk pemilu,” katanya.
Hal serupa juga diungkapkan Ketua DPD PAN Kota Tasikmalaya Hendro Nugraha. Menurutnya pembatasan sosialisasi sebelum masa kampanye tidak akan banyak berpengaruh, termasuk pada minat kader yang mau maju. “Tidak begitu berpengaruh,” ucapnya.
Hanya saja, kader yang mau maju di pileg, pilkada atau bahkan pilgub dan pilpres lebih cerdik. Karena tentunya kader yang akan ikut berkontestasi harus melakukan sosialisasi sejak dini. “Mungkin tidak masalah untuk figur yang memang sudah banyak dikenal, tapi kalau yang masih belum dikenal kan harus rajin sosialisasi,” ujarnya.
Di sisi lain, jika mengingat prinsip keadilan menurutnya tidak elok jika sosialisasi harus dibatasi. Karena pada prinsipnya proses tersebut sebuah hak setiap orang bukan hanya soal politik. “Kalau bicara keadilan, ya tentu tidak adil jika sosialisasi dibatasi,” ucapnya.
Ketua DPC PPP Kabupaten Tasikmalaya Cecep Nurul Yakin SPd MAP menginginkan sosialisasi calon atau partai politik di Pemilu 2024 tidak dibatasi atau bahkan diatur lebih ketat. “Baiknya seperti aturan yang sudah ada saja, baik calon maupun parpol tidak dibatasi untuk bertemu, memperkenalkan dan silaturahmi dengan masyarakat,” kata Cecep.
Menurutnya, sosialisasi berbeda dengan kampanye. Adanya sosialisasi sebelum kampanye sebenarnya sangat membantu calon dan parpol untuk lebih dikenal masyarakat walaupun tidak secara langsung mengajak memilih. “Kalau sosialisasi seperti memperkenalkan diri di pengajian atau berkunjung ke masyarakat, silaturahmi ke tokoh-tokoh agama dan masyarakat, itu sudah lumrah biasa,” ujar dia.
Pada intinya, tambah dia, silahkan oleh penyelenggara pemilu atau KPU waktu sosialisasi diatur sebelum masuk masa kampanye. Namun, jangan sampai aturannya membatasi langkah calon dan parpol dalam memperkenalkan diri dengan waktu yang ada.
Ketua DPC PKB Kabupaten Tasikmalaya H Ami Fahmi ST mengatakan jika sekarang aturan sosialisasi dibuat sebelum kampanye itu sebenarnya harus jelas. Karena, yang namanya sosialisasi itu tidak ada aturan. Dalam artian boleh dilakukan oleh calon atau partai seperti dengan bertemu dengan masyarakat di tempat umum, silaturahmi dan bertemu tokoh.
“Namanya juga sosialisasi bukan kampanye yang sudah jelas mengajak untuk memilih, kemudian diatur waktunya dan alat peraga kampanye serta lainnya. Kalau sosialisasi itu calon atau partai memperkenalkan dirinya kepada masyarakat,” ungkap dia.
Selanjutnya, kata dia, jika sosialisasi diatur ini akan mempersulit ruang gerak peserta pemilu baik calon atau partai politik. Di satu sisi jika kampanye waktunya sangat pendek di sisi lain letak geografis wilayah Kabupaten Tasikmalaya luas memerlukan waktu banyak.
“Jadi kalau kita hanya dibatasi waktu 75 hari berkampanye dengan mengajak masyarakat atau pemilih untuk memilih calon dan partai kita itu tidak akan maksimal waktunya, maka dalam sosialisasi lah yang harus dioptimalkan,” paparnya.
Dia menambahkan, yang membuat aturan dalam hal ini penyelenggara pemilu atau KPU harus mempertimbangkan berbagai aspek. Dari mulai letak geografis luas wilayah Kabupaten Tasikmalaya. “Kadang-kadang yang kita sayangkan melihat dari satu sudut atau daerah perkotaan yang letak geografisnya tidak terlalu luas. Beda dengan Kabupaten Tasikmalaya yang luas,” kata dia.
Sosialisasi ini, tambah dia, pada intinya seharusnya seperti sebelumnya tidak ada aturan main atau aturan tambahan. Terpenting sosialisasi menyampaikan dan memperkenalkan diri tidak bersifat ajakan.
“Ya nanti saja sifat ajakan untuk memilih nanti selama tiga bulan nanti pada saat kampanye. Jadi waktu sosialisasi mau di majelis taklim, atau tempat umum lainnya, ya saya harapkan tidak menjadi hambatan memperkenalkan calon atau parpol kepada masyarakat,” ujarnya, menambahkan.
Ketua DPD PAN Kabupaten Tasikmalaya Asep Dzulfikri mengungkapkan, aturan sosialisasi calon atau parpol sebelum kampanye silahkan diatur oleh penyelenggara pemilu atau KPU. “Yang jelas kami sebagai peserta pemilu meminta agar di dalam aturan sosialisasi tersebut tidak membuat gerak langkah calon dan parpol dalam memperkenalkan diri kepada masyarakat atau tokoh lebih dibatasi,” ungkap dia.
Sebetulnya, ungkap Asep, sosialisasi merupakan waktu calon atau partai politik untuk lebih lama memperkenalkan diri kepada masyarakat atau pemilih, beda dengan kampanye ada batasan aturan waktu dan pemasangan alat kampanye lainnya. “Pada intinya kami partai politik mengikuti seluruh aturan yang dibuat oleh KPU dan yang terpenting KPU juga harus membuat dan aturan kontrol yang jelas yang sudah berjalan bagi peserta pemilu,” kata dia.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) DPC PDI-Perjuangan Kabupaten Tasikmalaya H Demi Hamzah SH MH menjelaskan bahwa pemilu itu adalah salah satu media atau elemen unsur yang sangat penting dalam kehidupan bernegara dan berdemokrasi.
Menurutnya, pemilu adalah organ vital yang sangat vital. Pemilu sukses maka demokrasi pun sukses. Masalah tahapan sosialisasi jauh-jauh hari sebelum kampanye harusnya efektif dijalankan, maka cirinya demokrasi maju dan sehat.
Dia menyebutkan, ruang politik dibuka maka demokrasi akan sehat. Jadi jangan sampai negara Indonesia yang berdemokrasi di satu sisi untuk mencetak pemimpin disisi lain membatasi ruang calon dan partai politik. “KPU sebagai penyelenggara Pemilu hanya sebagai instrumen penyelenggaraan pemilu. Tetap yang menjadi substansinya apa yang mencederai pemilu seperti politik uang yang dibatasi, bukan sosialisasi,” kata dia.
Kemudian, lanjut dia, fokus terhadap masalah penyalahgunaan kekuasaan atau power abuse dan konflik interes. Seharusnya KPU menyelenggarakan itu, dan menyosialisasikan pemilu bukan saat kampanye, akan tetapi jauh-jauh hari termasuk pada saat sosialisasi.
Partai sebagai peserta pemilu, kata dia, sukses tidaknya tergantung ketua hajatnya yaitu oleh KPU. Kalau tidak dibantu oleh partai sosialisasi masif tidak mungkin ada banyak pemilih yang menyalurkan suaranya ke TPS. “Jangan sampai pemilu di kita, hanya menjadi jargon saja, termasuk demokrasi. Langkah dan sikap juga tindakan harus selaras, dan menunjukkan demokrasi,” jelas dia.
Pada intinya, tambah dia, kesuksesan pemilu banyaknya pemilih datang ke TPS dan tidak akan cukup sosialisasi yang dilakukan oleh KPU saja. Harus dengan dukungan dan support tim sukses atau saksi dari parpol yang mengarahkan agar masyarakat menyalurkan hak suaranya. (rga/dik)
[/membersonly]
Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!