BANJAR, RADSIK – Kepala Bidang Pendapatan Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD) Kota Banjar Tatang Nugraha menyebut sudah bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri Kota Banjar. Kerja sama dilakukan untuk melakukan penagihan tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) menara telekomunikasi (tower).
“Kami bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri Banjar melalui Seksi Datun untuk melakukan penagihan tunggakan PBB tower. Sudah dipanggil dan beberapa perwakilan dari pemilik tower sudah memenuhi panggilan. Informasinya mereka (pemilik tower, Red) akan segera melunasi pembayaran,” kata Tatang, Senin (9/1/2023).
Tatang menyebut, tunggakan PBB dari semua tower yang berdiri di Kota Banjar mencapai Rp 336 juta. Beberapa perusahaan menara telekomunikasi tersebut bahkan ada yang menunggak pajak sejak tahun 2016.
[membersonly display=”Baca selengkapnya, khusus pelanggan Epaper silakan klik” linkto=”https://radartasik.id/in” linktext=”Login”]
“Nanti ada denda yang harus dibayar, juga karena telah terjadi keterlambatan atau pembayaran PBB-nya tidak tepat waktu. Kita berharap semua pemilik tower ini lebih disiplin lagi ke depannya dalam pembayaran PBB, karena uang yang dibayarkan itu digunakan untuk membangun Kota Banjar, untuk kepentingan masyarakat juga,” kata Tatang.
Sebelumnya, pemerhati pemerintahan Firman Nugraha SH CLA menilai pembayaran pajak bumi dan bangunan (PBB) bersifat memaksa. Hal itu lantaran manfaatnya digunakan untuk pembangunan daerah.
“Pertama kita harus mengingat bahwa pajak itu pembayaran kepada negara yang sifatnya memaksa. Fungsinya sangat vital, karena berkaitan dengan keuangan negara yang digunakan untuk pembiayaan kepentingan umum, di daerah tentunya untuk pembangunan daerah. Jadi, sifatnya memaksa oleh karena itu instrumen pemungutannya pun bisa dilakukan secara ’paksaan’,” kata Firman, Minggu (8/1/2023).
Oleh karena itu, diperlukan ketegasan dari dinas terkait untuk melakukan pemungutan pajak daerah. Dalam upaya mencapai target pajak daerah yang juga merupakan sumber pendapatan asli daerah (PAD).
“Soal nunggaknya PBB tower di Banjar misalkan, jika tidak membayar pajak selama bertahun-tahun berati perlu ada penyikapan khusus. Secara umum pemungutan pajak itu pada dasarnya harus dengan cara penagihan aktif,” katanya.
“Tentu pemkot sudah punya regulasi dan alur penagihan pajak, saya kira secara normatif sudah jelas. Misalnya dari mulai mengeluarkan surat pemberitahuan, ada juga instrumen surat peringatan atau teguran, bahkan bisa sampai menggunakan surat paksa dan penyitaan. Jadi secara mekanisme, penagihan pajak itu dilakukan secara tegas bahkan dalam UU HKPD kan ada ketentuan pidana pajak bagi yang mangkir bayar pajak, dari mulai pidana kurungan, denda dan penjara,” tambahnya.
Sehingga dalam penegakannya, upaya pemungutan pajak daerah bisa melibatkan aparat penegak hukum, mungkin dari kepolisian atau kejaksaan. Pemkot bisa memberikan surat kuasa khusus kepada aparat penegak hukum (APH) untuk mewakilinya dalam penagihan pajak daerah, untuk memberikan ultimatum kapan membayar.
“Atas nama kepentingan umum, upaya penegakan pembayaran pajak bisa hingga represif misalnya penyegelan atau penyitaan. Atau jika provider tower tetap mangkir mungkin saja dilakukan pemutusan,” ucapnya.
Pihaknya berharap masih bisa diselesaikan secara persuasif. Karena antara negara dalam hal ini pemkot dan pembayar pajak itu keduanya sama-sama penting dan berperan dalam pembangunan daerah, sehingga kerja sama keduanya sangat diharapkan, yaitu dengan cara melaksanakan hak dan kewajibannya masing-masing. (cep)
[/membersonly]
Belum berlangganan Epaper? Silakan klik Daftar!