“Kami akan melakukan kordinasi dengan bidang perumahan pemukiman di DLH untuk melaksanakan pemantauan atau monitoring terutama di wilayah-wilayah yang termasuk ke daerah rawan bencana,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Pelaksana (Kalak) BPBD Kota Banjar, Ruhimat mengakui pembangunan perumahan akan meningkatkan limpasan air yang potensial menimbulkan banjir. Namun sejauh ini menurutnya belum ada kajian terhadap potensi tersebut di Kota Banjar.
“Sejauh ini, belum ada kajian spesifik yang membahas tentang hal tersebut,” jelasnya.
Baca Juga:Satu Nama Masuk Dua Kandidat Eselon II karena Berdasarkan Rumpun dan Manajemen TalentaPertashop Bantarsari Kota Tasikmalaya: BBM Lebih Dekat, Layanan Lebih Layak
Sementara itu, Ketua REI Komisariat Priangan Timur, H Ujang Cukanda, menjelaskan bahwa kebijakan tersebut saat ini masih sebatas imbauan dan belum dituangkan dalam bentuk regulasi resmi, seperti Peraturan Gubernur (Pergub). Oleh karena itu, pelaku usaha properti menilai dampaknya belum terasa secara langsung di lapangan.
“Intinya, pemerintah ingin lebih berhati-hati. Terutama untuk lokasi perumahan yang berisiko menimbulkan bencana seperti banjir dan longsor,” jelasnya.
Ujang menegaskan, kebijakan tersebut hanya akan berlaku bagi pengembang baru yang hendak membangun perumahan di kawasan rawan bencana. Sementara itu, pembangunan perumahan di wilayah yang aman dan sesuai dengan peruntukan tata ruang tetap dapat berjalan.
“Kalau lokasinya tidak rawan bencana, berada di zona yang diperbolehkan, atau lahan kuning sesuai peruntukannya, izin pembangunan tetap bisa diproses,” katanya.
Sementara untuk perumahan yang sudah berjalan, Ujang menyebutkan perlu dilakukan langkah mitigasi apabila berada di kawasan yang memiliki potensi bencana alam.
“Mitigasi harus dilakukan, dikaji sambil mencari solusi terbaik agar risiko bencana bisa diminimalisasi,” tandasnya. (red/riz/nto/ujg)
