Aktivitgas Tambang Emas di Karanglayung Tasikmalaya Ternyata Sudah Turun Temurun Sejak 1960-an

tambang emas karangjaya
Anggota Polres Tasikmalaya Kota memasang garis polisi di lokasi pengolahan emas di Desa Karanglayung Kecamatan Karangjaya Kabupaten Tasikmalaya, Senin 10 November 2025. (IST)
0 Komentar

TASIKMALAYA, RADARTASIK.ID – Aktivitas penambangan emas di Kecamatan Karangjaya Kabupaten Tasikmalaya bukan perkara baru. Menurut data pemerintah setempat, penambangan di sana telah ada sejak tahun 1960-1970.

Bahkan pada tahun 1985, pernah ada Izin Kuasa Pertambangan (KP) yang dijalankan di bawah Koperasi Unit Desa (KUD). Saat ini izin itu sudah tidak berlaku.

“Jadi (aktivitas penambangan emas di Karangjaya) sudah turun temurun,” ujar Camat Karangjaya, Atang Sumardi kepada Radar, Jumat (14./11/2025).

Baca Juga:Hakim PN Bandung Tegur Saksi di Sidang Kasus Tambang Endang JutaSekda Tanpa Daerah: M Zen dan Kekuasaan yang Menguap di Kabupaten Tasikmalaya!

Menurut Atang, masyarakat saat ini terus menanti terbitnya izin pertambangan rakyat (IPR). Sebab dari sisi legalitas lahan, wilayah di Desa Karanglayung tersebut telah disahkan oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

“Saya juga sudah berdiskusi dengan masyarakat penambang, memang untuk masalahnya sekarang belum ada Izin Pertambangan Rakyat (IPR), kalau Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) sudah ada,” jelas Atang.

Dia juga menyebut, total masyarakat yang bekerja sebagai penambang emas diperkirakan 600-800 orang. Mereka rata-rata berasal dari Desa Karanglayung dan Desa Karangjaya Kecamatan Karangjaya.

Kini, setelah tambang ditutup polisi, para penambang itu kehilangan mata pencaharian. Di sisi lain, Sungai Citamba yang digunakan untuk mengairi lahan pertanian serta kolam ikan warga juga tercemar. Lebih parahnya, pencemaran itu diduga mengandung merkuri yang digunakan para proses pengolahan emas di Karanglayung —kini tempatnya telah ditutup.

“Kami sebelumnya sudah menyampaikan himbauan (agar tidak menambang, red), namun memang karena sudah menjadi mata pencaharian penambang, jadi sulit untuk diindahkan,” jelasnya.

Sebab itu, lanjut Atang, pasca penutupan lokasi tambang pihaknya meminta kepastian kepada aparat penegak hukum terkait tindaklanjut setelahnya.

“Kalau mau diberikan izin, maka segera IPR-nya diterbitkan. Kalau misalnya ditutup, maka harus ada pemberdayaan masyarakat khususnya dalam perekonomian. Karena keseharian (penambang) tidak bercocok tanam, maka harus diberikan pelatihan dan penyuluhan,” paparnya.

Baca Juga:Digaransi Kerja Kerja ke Jepang, Puluhan Peserta Daikokuten School Kota Tasikmalaya Ikuti PelatihanSkandal Tunjangan Ganda Pejabat di Kabupaten Tasikmalaya Terkuak!

Menurutnya, rata-rata penambang di Karangjaya kehilangan penghasilan sekitar Rp 100.000 per hari sejak tambang ditutup. Jika kondisi penutupan berlangsung lama, maka para penambang akan kesulitan bertahan hidup. Sebab itu perlu ada pemberdayaan ekonomi agar mereka bisa tetap berpenghasilan, setidaknya dalam jangka pendek sejak tambang tidak beroperasi.

0 Komentar