Dalam catatan pendampingan Taman Jingga, banyak pula kasus kekerasan seksual yang menimpa remaja perempuan berakar dari kekosongan peran ayah. Ipa menyebut korban biasanya mudah diperdaya oleh pelaku manipulatif yang berpura-pura memberikan kasih sayang.
“Korban grooming itu kebanyakan anak-anak yang haus sosok ayah. Mereka mencari figur pelindung dan malah jatuh ke perangkap pelaku kekerasan seksual. Pelaku tahu cara menyasar korban seperti itu,” ungkapnya.
Grooming sendiri, lanjut Ipa, adalah pola kekerasan seksual modern yang tidak lagi dilakukan dengan ancaman atau paksaan fisik, melainkan dengan pendekatan emosional dan manipulasi psikologis.
Baca Juga:Digaransi Kerja Kerja ke Jepang, Puluhan Peserta Daikokuten School Kota Tasikmalaya Ikuti PelatihanSkandal Tunjangan Ganda Pejabat di Kabupaten Tasikmalaya Terkuak!
“Pelaku seolah membuat korban merasa nyaman, lalu memperdaya. Biasanya yang jadi target adalah anak-anak dari keluarga ‘fatherless’,” ujarnya.
Meski demikian, Ipa tetap memberikan apresiasi kepada para ayah yang berjuang untuk hadir secara utuh dalam kehidupan anak-anak mereka.
“Tidak mudah bagi para ayah membagi waktu antara pekerjaan, karier, dan keluarga. Tapi mereka yang tetap melibatkan diri dalam pengasuhan, mendengarkan anak-anaknya, dan hadir di tengah dinamika rumah tangga, layak diapresiasi. Mereka adalah contoh nyata bahwa ayah bukan sekadar pencari nafkah, tapi juga pendidik dan pelindung,” kata Ipa.
Peringatan Hari Ayah, menurut Ipa, seharusnya bukan sekadar seremoni. Momentum ini dapat menjadi pengingat bahwa keberhasilan sebuah keluarga tak hanya ditopang oleh ibu yang kuat, tetapi juga oleh ayah yang hadir, secara waktu, emosi, dan kasih sayang. (Ayu Sabrina)
