“Anak-anak kami terpaksa mengikuti pelajaran agama di saat teman-teman lain menunaikan salat. Misalnya, siswa dari SMA 2 harus ke GKI. Begitu sampai, baru duduk 20 menit sudah harus kembali lagi ke sekolah karena jam pelajaran berikutnya. Itu tentu tidak efektif,” ujarnya.
Ia menambahkan, kondisi itu juga berpengaruh pada persepsi pihak sekolah. “Acapkali dalam pemberian nilai, kami dianggap hanya memberi nilai tanpa proses. Padahal kami berupaya sungguh-sungguh mendidik mereka dari jam setengah 12 sampai jam 1 siang,” kata Munanda.
Di hadapan para pejabat yang hadir, ia meminta agar Dinas Pendidikan membuka ruang dialog dengan pihaknya untuk mencari solusi jangka panjang.
Baca Juga:Soal Pinjaman Pemkab Tasik Rp 230 M, Hj Nurhayati Effendi: Hati-Hati Terpeleset!Warga Sinagar Kabupaten Tasikmalaya Gelar Doa Bersama untuk Endang Juta
“Pak Kadis Pendidikan, izinkan kami berdiskusi bagaimana menyelesaikannya. Sehingga anak-anak kami tetap mendapatkan haknya,” ucapnya.
Permintaan itu disampaikan dengan cara yang tenang, namun substansinya menggambarkan problem mendasar: belum meratanya akses pendidikan agama di sekolah negeri bagi seluruh siswa sesuai kepercayaannya. Padahal, hal itu merupakan bagian dari hak konstitusional warga negara yang dijamin dalam sistem pendidikan nasional.
Acara malam refleksi tersebut dihadiri oleh berbagai tokoh publik, unsur pemerintah, serta perwakilan lintas agama dan etnis. Mereka diberikan kesempatan menyampaikan aspirasi dan kritik langsung di hadapan kepala daerah. Dari beragam isu yang muncul malam itu, mulai dari persoalan sosial, tata kota, hingga lingkungan, pernyataan Munanda menjadi catatan yang menonjol.
Di tengah semangat kebersamaan yang diusung dalam peringatan hari jadi kota, pengingat dari BAMAG Kota Tasikmalaya itu menghadirkan dimensi lain: bahwa pembangunan tidak hanya soal fisik atau program, tetapi juga tentang keadilan dalam ruang belajar. Kota yang Santun seharusnya memastikan setiap warganya, tanpa kecuali, memperoleh hak yang sama untuk belajar dan beriman sesuai keyakinannya. (Ayu Sabrina)
