BANJAR, RADARTASIK.ID – Rencana pengadaan mobil dinas senilai Rp 2 miliar di Kota Banjar memantik sorotan tajam dari Poros Sahabat Nusantara (Posnu).
Pembina Posnu Kota Banjar, Muhlison, menilai ada indikasi skandal yang mengiringi proses perencanaan anggaran mobil dinas di Kota Banjar.
Ia menyebut aroma kejanggalan tercium kuat dan patut segera diusut. ”Aroma dugaan indikasi skandal dalam rencana pengadaan mobil dinas sangat menyengat sekali. Kita melihat ada kejanggalan-kejanggalan,” ucapnya, Minggu, 14 September 2025.
Baca Juga:Aktivis Desak Anggota DPRD Kota Banjar Tarik Diri dari Dapur MBG, Potensi Konflik Kepentingan Ancam IntegritasOknum Pejabat Pemkot Banjar Diduga Selewengkan Iuran Diklatpim II Rp 125 Juta, Inspektorat Turun Memeriksa
Muhlison menegaskan DPRD Kota Banjar harus memanggil Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menjadi unsur pokok Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD).
Menurutnya, pemanggilan ini penting untuk mengurai siapa pihak pengusul, peruntukan, hingga aliran anggaran.
Ia menilai kejelasan dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2026 yang sudah disahkan membuka jalan mulus bagi rencana pengadaan mobil dinas tersebut, meski realisasi fisik belum terjadi.
Posnu menilai adanya saling bantah terkait peruntukan dana menjadi petunjuk kuat potensi manipulasi.
Muhlison menekankan, dana pengadaan mobil dinas di Kota Banjar tercatat berada di pos anggaran Sekretariat Daerah (Setda), bukan untuk DPRD.
Secara regulasi, peruntukan anggaran untuk DPRD tidak diperbolehkan sehingga muncul dugaan bahwa ada komitmen tertentu yang berpotensi mencemari nama lembaga legislatif.
Ia juga menyoroti peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang dinilai seperti menutup mata.
Padahal, pengelolaan keuangan daerah sudah diatur jelas dalam undang-undang.
Baca Juga:Rp 2 Miliar untuk Mobil Dinas di Banjar Dipersoalkan, HMI Desak Pemkot Utamakan InfrastrukturSMP di Banjar Dapat Bantuan Smart Board dari Kemendikdasmen, Siapkah Siswa Menghadapi Era Digital?
Kelemahan pengawasan, menurutnya, bisa menimbulkan ketidakadilan anggaran pembangunan dan mengabaikan layanan dasar yang seharusnya menjadi prioritas masyarakat.
Muhlison mengingatkan, langkah investigasi tidak semata untuk membatalkan rencana pengadaan, tetapi mengungkap motif dan pihak-pihak yang berkepentingan.
Jika terbukti ada manipulasi, maka proses perencanaan harus diluruskan agar tidak menimbulkan krisis kepercayaan publik.
Posnu menilai transparansi mutlak diperlukan agar DPRD tidak menjadi sasaran tudingan masyarakat.
Dokumen perencanaan harus dibuka secara gamblang demi menjaga integritas lembaga legislatif.
Muhlison berharap DPRD dan APIP segera menindaklanjuti dugaan ini, agar potensi pelanggaran tidak berlanjut dan pelayanan publik tetap menjadi prioritas utama. (Anto Sugiarto)