Upaya penataan PKL sebenarnya bukan hal baru. Pada 2024, saat Cheka Virgowansyah menjabat sebagai Pj Wali Kota Tasikmalaya, kawasan Dadaha sempat ditata lebih disiplin.
Trotoar yang lama dipenuhi pedagang dikembalikan ke fungsinya sebagai jalur olahraga dan ruang pejalan kaki.
“Trotoar Dadaha kita kembalikan ke fungsinya. Itu sarana olahraga, bukan lapak dagangan. Penataan harus bertahap supaya semua pihak merasa nyaman,” ujar Cheka dalam wawancaranya dengan Radar 17 Juli 2024 silam.
Baca Juga:Tunjangan Perumahan DPRD Provinsi Jawa Barat Sebesar Rp 62 Juta Bakal DievaluasiData Laporan Harta Kekayaan Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Dapil XIII-XV Kurang Update
Penataan saat itu sempat menimbulkan perdebatan, tetapi juga menunjukkan bahwa ruang publik bisa diatur agar fungsinya kembali seimbang: warga tetap punya tempat olahraga, sementara pedagang masih bisa berjualan dengan lebih teratur.
Ruang Publik yang Belum Selesai
Kisah Sinta hanyalah satu potret kecil dari banyak warga yang berharap Dadaha bisa menjadi ruang publik yang nyaman, aman, dan tertata.
Dari pedagang hingga pejabat, semua sepakat bahwa Dadaha punya peran penting bagi kehidupan sosial-ekonomi Tasikmalaya.
Tetapi, hingga kini kawasan ini masih menyimpan pekerjaan rumah: penerangan yang minim, fasilitas olahraga yang rusak, serta penataan PKL yang belum tuntas.
Tanpa pembenahan menyeluruh, alun-alun dan Dadaha berisiko kehilangan makna sejatinya: sebagai halaman kota, tempat masyarakat lintas usia bisa berkumpul dan merasa memiliki. (Ayu Sabrina)