BANJAR, RADARTASIK.ID – Sekelompok warga yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Menggugat (Alarm) mendatangi Kantor Wali Kota Banjar pada Kamis, 12 Juni 2025.
Mereka menyuarakan keresahan atas dugaan ketidakadilan yang dialami oleh seorang warga terkait penggantian lahan yang digunakan untuk pembangunan Rumah Sakit Asih Husada di Langensari.
Aksi yang awalnya direncanakan berlangsung di halaman Kantor Sekretariat Daerah Kota Banjar, akhirnya berubah menjadi pertemuan tertutup setelah terjadi komunikasi antara massa dan pihak pemerintah.
Baca Juga:MUI Sebut Eksekusi Larangan Aktivitas Jemaat Ahmadiyah Kota Banjar sebagai Wewenang PemerintahTanam Jagung, Kangkung dan Terong di Pekarangan demi Meningkatkan Ketahanan Pangan di Kota Banjar
Audiensi membahas sengketa tanah RS Asih Husada itu dilakukan di ruang rapat Gunung Babakan.
Penanggung jawab Alarm, Dani Danial Mukhlis, menyampaikan, kedatangan mereka bertujuan untuk mempertanyakan kejelasan penggantian lahan milik seorang warga bernama Adong, yang juga dikenal sebagai ahli waris dari Gunawan.
Menurut Danial, Adong mengeluhkan, tanah seluas 373 bata miliknya yang semula berada di wilayah Desa Langensari, kini telah masuk ke wilayah administratif Kelurahan Muktisari, tanpa kejelasan proses alih kepemilikan.
Danial menjelaskan, dari total luas tanah tersebut, hanya 100 bata yang pernah diganti, sementara sisa 273 bata hingga kini tidak mendapatkan kompensasi.
Adong sendiri telah melakukan berbagai upaya administratif, bahkan sempat dibantu oleh sejumlah pihak, termasuk oknum aparat.
Namun, permasalahan ini tak kunjung selesai, sehingga timbul rasa ketidakadilan yang mendalam.
”Sebagai masyarakat biasa, beliau (Adong) merasa mendapatkan ketidakadilan yang berlangsung cukup lama oleh Pemerintah Kota Banjar terkait dengan tanah,” jelasnya.
Baca Juga:Desa Mekarharja Wakili Kota Banjar dalam Lomba Inovasi Penanganan Sampah Tingkat Jawa BaratMemicu Ketegangan! Ahmadiyah Dilarang di Kota Banjar, Jemaat Protes
Masalah kian rumit karena bukti kepemilikan berupa letter C yang dulu dimiliki Adong kini tidak diketahui keberadaannya.
Dokumen tersebut disebut pernah diminta oleh pihak desa yang saat ini telah menjadi Kelurahan Muktisari.
Danial menegaskan, apabila benar terjadi peralihan hak milik dari Gunawan kepada pihak pemerintah, maka semestinya ada bukti hibah atau dokumen otentik lainnya sebagai dasar hukum yang sah.
Sengketa ini sempat hendak dimediasi oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang telah mengirimkan tiga kali surat pemanggilan kepada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Banjar pada Juli hingga September 2024.
Namun, pemanggilan tersebut tidak diindahkan oleh pihak yang bersangkutan.