Kepler mengingatkan bahwa pencapaian target retribusi diatur dalam undang-undang. Jika tidak terpenuhi, OPD bisa dinilai tidak patuh secara hukum.
“Memang tidak merugikan negara, tapi jelas bahwa kalau target pencapaian kan itu diatur dalam Undang-Undang. Berarti dinas terkait tidak patuh secara hukum, wanprestasi, sebagai OPD prestasinya tidak baik, itu perlu sanksi,” tegasnya lagi.
Sebagai pemilik Simphony Music School, Kepler juga mempertanyakan kebijakan pemindahan pengelolaan parkir dari Dinas Perhubungan ke UPTD Dadaha di bawah Disporabudpar yang menurutnya dilakukan tanpa kejelasan dasar hukum.
Baca Juga:Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Budi Mahmud Saputra SE Dorong Revisi Perda Pendidikan Agar Lebih AdaptifKala Sang Ketua DPRD Utak-Atik Sendiri Tunjangan Anggota Dewan, Dapat Rp 3,5 Miliar!
“Pertanyaannya, kenapa dinas terkait dalam hal ini UPTD Dadaha Disporabudpar itu mengambil alih potensi parkir. Awalnya Dishub, sekarang pindah. Tolong regulasi, payung hukumnya harus jelas. Paling tidak, ada Perwalkot. Kita sudah ingatkan supaya itu tidak ada masalah. Itu juga nggak jelas kenapa dipindahkan ke UPTD,” tambahnya.
Menutup pernyataannya, Kepler menekankan bahwa misi religius Kota Tasikmalaya harus tercermin dalam seluruh aspek pemerintahan, termasuk pengelolaan parkir.
“Pak Wali Kota itu punya misinya begini: Kota Tasik itu harus menjadi kota jasa, perdagangan, yang religi. Religi ini maknanya dalam. Berarti nanti semua pengelolaan, pelaksanaan, yang berhubungan dengan parkir itu harus religi. Religi berarti bahasa saya itu ya artinya benar. Tidak ada kebocoran, parkir liar, tata kelola baik, integritas dinasnya baik, jukirnya baik,” pungkas Kepler. (Ayu Sabrina)