Sindiran Gerry Cardinale ke Inter Jadi Bumerang bagi AC Milan

Gerry Cardinale
Gerry Cardinale Foto: Tangkapan layar Instagram
0 Komentar

RADARTASIK.ID – Sindiran Gerry Cardinale terhadap Inter Milan kini justru berbalik menjadi bumerang bagi AC Milan.

Hal ini disoroti Andrea Distaso dalam kolom editorialnya di Calciomercato, yang menilai bahwa pernyataan pemilik RedBird itu kini terasa tak sejalan dengan realita di lapangan.

Sekitar empat bulan berlalu, Cardinale menyinggung kesuksesan Inter memenangkan Scudetto namun berujung pada krisis keuangan.

Baca Juga:Cesc Fabregas Ungkap Alasan Menolak Saran Pelatih Legendaris AC Milan untuk Bermain Lebih BertahanSiapa Franco Mastantuono? Bintang Muda Argentina yang Diperebutkan AC Milan, Inter dan Juventus

Dalam acara di Harvard Business School saat merilis studi tentang manajemen RedBird di AC Milan, ia menyindir kepemilikan Inter di era Suning yang bangkrut dan akhirnya harus menyerahkan klub ke dana Oaktree.

“Inter memenangkan Scudetto tahun lalu dan kemudian bangkrut. Apakah ini benar-benar yang kita inginkan?” ujar Cardinale kala itu.

Pernyataan tersebut mencerminkan filosofi manajerial khas Amerika yang menekankan kesinambungan finansial ketimbang sekadar prestasi sesaat.

“Bagi fans, tugas saya adalah memenangkan liga setiap tahun. Tapi bagi investor, tugas saya adalah memastikan Milan bersaing secara konsisten di level atas,” lanjutnya.

Namun, menurut Distaso, ucapan Cardinalle tidak sesuai dengan realita di lapangan yag dialami AC Milan.

Rossoneri gagal di Liga Champions dan harus memenangkan Coppa Italia untuk seesar berlaga di kompetisi kasta kedua Liga Europa.

Disisi lain, Inter kini tampil dominan di Serie A dan stabil secara finansial, sementara Milan tertinggal baik dari sisi prestasi maupun pendapatan.

Baca Juga:Giuseppe Cruciani: AC Milan Kacau Karena Petinggi Klub Sibuk Berebut KekuasaanJulio Baptista Sebut Fans Real Madrid Paling Rewel di Dunia: “Kami Dicemooh Saat Menang 4-0”

Kunci keberhasilan Inter, tegas Distaso, ada pada keputusan strategis untuk mempercayakan manajemen kepada sosok berpengalaman seperti Beppe Marotta, sebuah pendekatan yang kontras dengan kebijakan Milan dengan mengusi sosok seperti Massara dan Paolo Maldini.

Milan juga sangat berhemat, manajemen meutuskan merekrut pemain muda yang otensial untuk menekan biaya gaji.

Keputusan itu justru berujung pada ketidakstabilan tim dan dua kali gagal menembus babak 16 besar Liga Champions, sebuah dampak langsung dari minimnya sosok manajer berpengalaman dalam sepak bola Italia.

Lebih jauh, keinginan RedBird untuk kembali ke model direktur olahraga klasik sejauh ini belum terwujud dalam aksi nyata.

Proses internal tim manajemen tampak lambat dan tidak menunjukkan arah perubahan yang jelas.

0 Komentar