Menurutnya, siapa pun boleh ikut merasakan pengalaman tersebut, selama mau ”nyebur” dan ikut menyatu dengan alam.
Tak jauh dari laguna, hanya terhalang tumpukan pasir, terbentang Pantai Karang Tirta yang tenang dan nyaris tak tersentuh.
Debur ombaknya lembut, pasirnya hangat, dan suasananya jauh dari hiruk-pikuk.
Hendar (23), pemuda setempat, menggambarkan Karang Tirta sebagai tempat yang sangat cocok untuk ”menenangkan diri dari segala aktivitas.”
Baca Juga:Pengurus OSIS di Pangandaran Akan Ikuti Pendidikan Bela NegaraCabang Dinas ESDM Minta Pengusaha Tambang Galian C Ilegal di Pangandaran Hentikan Penambangan
Baginya, saat terbaik datang ke sini adalah sore hari—ketika langit berubah jingga dan angin laut mulai membawa ketenangan.
Meski sempat surut pamornya pascatsunami 2006, Karang Tirta perlahan bangkit.
Masih ada penginapan sederhana di sekitar area, dan suasana komunitas lokal yang hangat membuat siapa pun merasa seperti pulang ke rumah.
Karang Tirta bukan tempat wisata yang menawarkan kemewahan, tapi justru dalam kesederhanaan dan kealamian itulah pesonanya tinggal.
Ketika banyak tempat berlomba menawarkan wahana buatan, Karang Tirta memilih tetap setia pada alam.
Di sini, waktu tidak tergesa.
Alam bicara dengan caranya sendiri, dan siapa pun yang datang—asal mau diam sejenak dan mendengarkan—akan menemukan ketenangan yang tak bisa dibeli. (Deni Nurdiansah)